Sahabat silat,
Salah satu perguruan tua di Jogya : Bhayu Manunggal, masih eksis di Jogya dan menunjukkan keberadaannya dan bahkan kegiatannya diliput oleh koran nasional Kompas.
Selamat untuk Bhayu manunggal
Berikut ku copy pastekan:
Salam
Ian
==
Seni Bela Diri Tradisional Tetap Bertahan Yogyakarta
[/b]
Kompas -
Di tengah maraknya seni bela diri impor terutama dari China, seni bela diri tradisional tetap bertahan. Peminatnya juga tak hanya berasal dari dalam negeri, tapi juga dari turis mancanegara yang tertarik mempelajari seni tradisi Indonesia.
Di waktu mendatang pemerintah harus memberi lebih banyak perhatian untuk kelestarian seni bela diri ini. "Melalui seni bela diri mampu tertanam budi pekerti, ketangguhan, dan rasa tanggung jawab.
Setelah belajar pencak silat, anak-anak akan tahu sakitnya dipukul dan tidak gampang untuk bisa memukul sehingga tumbuh rasa saling pengertian," ujar Ketua II PB Pelopor Olahraga Pencak Silat Indonesia Bhanyumanunggal Didin Hernomo di sela acara wisuda 25 anggotanya di Desa Ngamboh Sleman, Sabtu (21/7).
Dukungan dari pemerintah, lanjut Didin, sangat diperlukan untuk pelestarian dan penggalian potensi yang selama ini belum optimal. Didin menegaskan, dukungan tak harus berupa bantuan anggaran, tapi bisa dalam bentuk kebijakan. "Mestinya di tiap sekolah harus diwajibkan adanya ekstrakulikuler pencak silat," katanya. Saat ini baru sekitar 30 persen sekolah yang mengajarkan bela diri tradisional. Bela diri tradisional itu, antara lain, Perisai Diri, Asat, Tapak Suci, dan Merpati Putih. Uji tanding antara perguruan pencak silat acapkali digelar untuk meningkatkan kemampuan sekaligus promosi.
Belum Mengakui
Pemerintah, katanya, juga masih belum mengakui seni bela diri sebagai warisan budaya. Hal ini terbukti dari kurangnya dukungan dan perhatian pemerintah. Padahal, seni bela diri pencak silat juga sudah menjadi salah satu cabang olahraga di Pekan Olahraga Nasional.
POPSI Bhanyumanunggal yang didirikan sejak 1930 oleh Ki Joyo Suwito kini telah memiliki puluhan ribu murid. Ranting dan cabang tersebar di seluruh kabupaten dan kota di Yogyakarta dan berpusat di Padepokan Ambar Ketawang. "Kami tidak menciptakan jurus tapi hanya melatih gerak dasar untuk kemudian dikembangkan secara pribadi," tutur Didin.
Supaya tidak punah, POPSI Bhanyumanunggal terus melakukan pembenahan organisasi. Mereka juga bertekad menghilangkan stereotip pencak silat hanya untuk kalangan menengah ke bawah. "Kami mencoba menembus lewat akademisi dengan masuk ke sekolah hingga perguruan tinggi," ujarnya.
Selama ini banyak anak muda beralih ke seni bela diri impor karena merasa lebih percaya diri dengan membayar kursus yang mahal. Di POPSI Bhanyumanunggal tiap murid harus membayar iuran Rp 5.000 per bulan. Pengaruhnya seni bela diri impor masih bisa ditekan karena tiap perguruan pencak silat memiliki basis yang mengakar di masyarakat. (WKM)
sumber :http://www.kompas. com/kompas- cetak/0707/ 23/jogja/ 1040172.htm senin 23 uli 2007