Pagi hari ini sebenarnya sungguh menyejukkan hati, sinar matahari perlahan menyelubungi bumi namun hawa sejuk tak mau kalah, dengan sembunyi-sembunyi hawa dingin masih bermain-main dengan riangnya.
Sasi seolah seperti penakluk matahari, ia pandangi matari sudah lebih dari 15 menit, ia tak takut bila matanya sakit justru karena ia sudah merasa sakit. Pencak silat yang selama ini dibanggakan dan selalu disanjungnya harus sembunyi diantara hati para pecintanya.
Berkali-kali beberapa temannya menyapa Sasi disertai dengan senyuman tak dihiraukannya.
"Woi...jangan merasa hebat udah berani nantang matahari." Ucap Maha menggoda.
"Mungkin aku akan lebih merasa hebat bila sudah bisa menantang pemerintah." Sasi menarik napas dan memandang Maha, "kenapa sepertinya pemerintah selalu menyakiti hati rakyatnya dengan kata-kata manis, dengan alasan untuk melindungi. apa pemerintah gak bisa liat apa yang selama ini ada dan hidup di masyarakat?" Sasi menundukkan kepalanya.
"Sulit memang posisi kita saat ini tapi kita gak bisa berbuat banyak, kita hanya bisa menunggu." Maha mencoba berkata-kata tapi ia sendiri ragu dengan omongannya, "Semoga keadaan bisa lebih baik."
Jawa dengan cengengesan datang menghampiri Sasi dan Maha, "Gimana nasib kita sekarang?"
Sasi mengangkat bahunya.
"kita tanya sama pak ajie?"tanya Jawa lagi.
"Pak ajie juga gak bisa memberi jawaban."jawab sasi lemas.
"Coba kita bisa kaya film-film yah, punya jaringan mata-mata, bikin strategi hebat dan akhirnya jadi pemenang.
"Em....dah mulai kumat nih anak." Maha menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Yah kali aja, abis gw pusing mikirin masalah ini, gimana nasib anak cucu kita nanti, gimana kalau mereka bertanya, pa ma negara kita punya beladiri asli gak? kaya kungfu gitu." Jawa menggelengkan kepalanya lalu pergi begitu saja.
Maha memandang kepergian Jawa dengan bingung.
Bener juga tuh jawa, kenapa kita gak bikin jaringan aja, jaringan untuk membentuk kekuatan, kalo perlu demo pemerintah berhari-hari, biar pusing tuh pemerintah. Sasi tertawa sendiri dengan pikirannya.
"Kenapa kok ketawa sendiri?" Maha tambah bingung dengan sikap sasi.
"Gak ada apa-apa. nanti pulang sekolah bilang suruh pada kerumahku yah, bilang aja ada undangan makan-makan." Ucap Sasi sambil menjauhin Maha.
"Yang bener lo?"
"Iya undang semua nak silat...oke."