(lanjutan)
Setelah kita mempunyai kepekaan dimana titik berat tubuh kita, latihan yg berikutnya adalah melatih kepekaan merasakan tubuh sebagai satu rangkaian kesatuan yg utuh. Latihan yg dilakukan masih tetap dalam kondisi kuda-kuda. Pada saat itu, pelatih sekaligus guru saya juga mengajarkan bagaimana melakukan latihan untuk meredam tenaga dorongan. Pelatih akan mendorong dari segala arah murid yang sedang melakukan kuda-kuda. Murid harus mampu meredam tenaga dorongan tsb tanpa mengerahkan otot tubuhnya untuk melawan tenaga dorongan tsb.
Bayangkan kita melakukan kuda-kuda, kemudian dada kita didorong. Apa yg kita lakukan agar kita tidak terjatuh ? Reaksi alami kita adalah mengerahkan otot dada kita untuk mendorong balik tekanan tsb. Tindakan seperti ini sebenarnya kurang tepat karena begitu lawan menghilangkan tenaga dorongannya, kita akan menjadi tidak seimbang. Dalam kuda-kuda, ketika menghadapi dorong ini, caranya adalah dgn mengarahkan tenaga dorongan tsb ke titik berat tubuh kita – di sini bisa kita lihat arti penting kepekaan terhadap titik berat tubuh – kemudian menyebarkannya ke kaki kita (Rooting, mengarahkan pada akar/bumi), semua itu dilakukan dgn pikiran kita yaitu dgn merasakannya saja. Ini aspek visualisasi. Keyakinan kuat terhadap visualisasi akan menghasilkan "gerakan" pada otot core muscle group secara maksimal mengikuti apa yang kita inginkan.
Jika kita menyadari tubuh sebagai satu rangkaian kesatuan yg utuh, kita akan mudah melakukan ini. Anggap ketika melakukan kuda-kuda tangan kiri kita ditekan ke bawah oleh pelatih. Jika kita mempunyai kepekaan tubuh sebagai satu rangkaian kesatuan maka tenaga dorongan tsb tidak hanya akan diterima oleh otot lengan saja tetapi juga oleh otot bahu, otot punggung dan dada, otot pinggang dan perut, otot paha, otot betis kemudian otot telapak kaki kita. Dgn kerja sama rangkaian otot ini maka tekanan yg dilakukan pelatih sama sekali tidak akan terasa. Dari sini bisa dilihat bagaimana pentingnya kemampuan merasakan tubuh sebagai satu rangkaian kesatuan utuh.
Dan bagaimana kita bisa merasakan semua ini – titik berat tubuh dan tubuh sebagai satu rangkaian kesatuan ? Kita hanya bisa merasakan semua ini jika
pikiran kita tenang. Itu sebabnya tubuh yg rileks dan pikiran yg tenang sangat dibutuhkan agar berhasil dalam latihan.
***
Dulu, almarhum pelatih sekaligus guru saya, mas Imam Santoso (semoga berkah Allah atas semua yang telah beliau turunkan kepada saya), mengajarkan kuda-kuda minimal 30 menit di setiap latihan reguler. Kalau lagi "kumat", malah bisa sampe 1 jam. Separuhnya ada pada latihan kuda-kuda. Dijelaskan pula kalau kuda-kuda memiliki makna tinggi tidak hanya pada gerak, tapi juga pada filosofi. Kenapa pula disebut dengan istilah "KUDA" dan bukan "NAGA" atau hewan lain. Karena di dalam filosofi Jawa, hewan kuda ini mengambil peran penting di dalam pelatihan silat. Dikatakan oleh beliau, berlatih silat seperti halnya kamu menunggang kuda. Aneh memang, berlatih silat kok seperti menunggang kuda.
Tetapi ketika memang mencoba menunggang kuda, tidak semudah seperti kelihatannya. Perlu ada penyatuan antara penunggang dan kuda itu sendiri. Ada hal menarik pada kegiatan "menunggang kuda". Saya coba jelaskan lain waktu. Saya masih bahas mengenai istimewanya "kuda-kuda" ini.
***
Latihan kuda-kuda ini sebaiknya dilakukan cukup lama bisa bulanan bahkan tahunan sampai akhirnya murid dianggap memiliki kepekaan cukup untuk berlatih gerak/jurus. Setelah berlatih gerak/jurus tentunya kepekaan akan titik berat tubuh dan kepekaan merasakan tubuh sebagai satu rangkaian kesatuan akan semakin terasah dgn baik. Ketika melakukan gerak/jurus, kita melatih kepekaan merasakan titik berat tubuh dan juga tubuh sebagai satu rangkaian kesatuan utuh dalam kondisi dinamis – tidak lagi statis seperti halnya kuda-kuda.
Pada saat inilah biasanya murid mulai bisa merasakan otot mana saja yg bekerja. Setiap kali otot kita bekerja (menegang) tentunya akan menimbulkan panas – ini suatu reaksi yg alami saja. Sekarang bayangkan jika murid ini melakukan suatu pukulan, apa yg dirasakan saat itu ?
Seperti kita tahu pukulan dimulai dari ujung kaki, telapak kaki dst hingga ke telapak tangan. Dgn kepekaan yg sekarang dimiliki maka murid ini akan bisa merasakan hentakan panas otot yg bekerja – mulai dari ujung kaki hingga ke telapak tangan. Sekarang bayangkan jika murid ini melakukan suatu rangkaian jurus, apa yg dirasakan? Tentu saja praktisi ini akan merasakan aliran panas yg menari-nari dalam tubuh selama melakukan rangkaian jurus tsb – yg sebenarnya reaksi alami dari panas otot-tubuh yg bekerja dalam rangkaian jurus tsb.
Panas yg mengalir akibat otot yg bekerja inilah yg pada awalnya (menurut saya pribadi) menimbulkan mitos "Tenaga Dalam". Jadi sebenarnya tidak ada faktor supranatural yg bekerja pada aliran panas yg mengalir dalam tubuh ini seperti anggapan sebagian orang. Semua hanyalah reaksi alami dari otot yg sedang berkontraksi dan karena otot-otot ini bekerja secara berurutan kesan yg timbul panas ini berpindah seperti satu aliran dalam tubuh kita.
Lantas apakah mitos Tenaga Dalam yg dasyat juga suatu yg salah. Sebenarnya tidak juga – mitos ini ada juga benarnya. Seperti yg kita tahu praktisi silat mempunyai kepekaan merasakan tubuh sebagai satu rangkaian kesatuan. Di sinilah awal timbulnya mitos seakan-akan jika berlatih gerak/jurus kita akan memiliki Tenaga Dalam yg dahsyat. Sebenarnya yg terjadi adalah jika orang biasa melakukan sesuatu hanya dengan menggunakan sebagian otot tubuhnya saja maka praktisi silat yang berlatih dengan metode jenis ini melakukannya dgn menggunakan seluruh rangkaian otot tubuhnya – dari kerjasama seluruh rangkaian otot tubuh inilah maka timbul kekuatan yg lebih dahsyat dibanding kekuatan orang biasa.
***
Untuk memahami bagaimana sistem motorik (otot) dan sistem syaraf tubuh bekerja pada saat melakukan suatu gerakan atau jurus tertentu – Physiology modern bisa sangat membantu dalam hal ini.
Dari pemahaman sistem motorik dan sistem syaraf tubuh ini para ahli Physiologi Exercise merancang suatu metode latihan modern. Beberapa metode latihan beladiri tradisional juga mulai banyak diteliti Ahli Physiology Exercise.
Misalnya, saya ambil contoh Merpati Putih, beladiri yang saya geluti. Dalam metode latihan modern, model penempaan pernafasan MP yang melakukan gerakan pengerasan-pengenduran pada bentuk Nafas Pengolahan dikenal dgn
Dynamic Tension. Latihan statis kuda-kuda seperti yang saya paparkan diatas, juga beberapa latihan olah nafas MP yang dikenal dengan nafas Pembinaan, dikenal dgn
Isometric Exercise, sedang untuk mendapatkan explosive power dengan bentuk penempaan Nafas TO (pada MP) dikenal dengan
Plyometric Exercise. Metode Latihan modern ini sangat terukur ( matematis ) sifatnya – perkembangan atlet dimonitor dgn cukup ketat setiap waktunya.
Memang MP belum melakukan pengukuran berdasarkan kaidah modern seperti ini. Saya juga hanya mengukur pada anak sendiri dan beberapa murid yang saya latih berdasarkan metode ini.
Metode latihan modern yg dikembangkan Physiology Exercise ini sudah cukup teruji khususnya pada cabang olahraga yg terukur sifatnya misalnya atletik – bisa dilihat pada peningkatan record dunia sprint 100 m yg mungkin tidak akan tercapai dgn metode latihan traditional. Jadi saya rasa kitapun tidak perlu terlalu apriori terhadap metode latihan modern terukur ( matematis ) yg dikembangkan Physiology Exercise ini. Sekarang ini mulai banyak praktisi beladiri profesional khususnya di dunia barat yg memanfaatkan metode latihan modern ini.
Praktisi beladiri itu seperti pembalap, di sirkuit ketika sedang balapan atau latihan balapan ya tidak perlu memusingkan mekanisme cara kerja mobil. Tetapi jika sedang tidak balapan ya tidak ada salahnya belajar jadi montir supaya tahu sedikit bagaimana cara kerja mobil. Keahlian balap memang tidak bisa diukur secara matematis tetapi kekuatan mesin mobil tetap masih bisa diukur secara matematis, iya kan?
Salam.