Forum > Silat Diskusi Umum

Pencak Silat sebagai Olahraga Beladiri dan Seni Beladiri

<< < (4/5) > >>

HartCone:

--- Quote from: Kang Antara --- ...kalo bikin thread jadinya panjang banget. Ini masih satu halaman tapi scroll-nya udah kudu jauh ke bawah... salut...
--- End quote ---

Inspiratornya itu Kang Iwan, jadi semua salut tentunya pada Kang Iwan, bukan pada saya si Cindil yang masih perlu banyak di tuturi dan sok menulis banyak, padahal lebih banyak nulis alias kegedean empyak tidak ada isinya, kliatan pemimpi dan jadi malah ketauan banyak salahnya dan ketidak mampuannya, setiap postingan pasti tidak luput dari tip-ex alias editing...


--- Quote from: Kang Antara ---Dalam konteks beladiri, semakin tinggi tingkatan kita dibanding lawan, semakin tidak perlu kita melukai. Contoh, anggaplah materinya adalah melepaskan tangan kita dari pegangan lawan. Seorang yang melihat sisi beladiri praktis akan memilih untuk memukul muka lawan dengan tangan yang satunya, dengan demikian tangannya yang dipegang bisa dilepaskan.
Tidak salah.

Tapi seorang yang menganggap 'ilmu satu ini' sebagai alat mengasah diri akan melatih teknik lepasannya setinggi mungkin sampai pada tingkat dia selalu bisa melepaskan diri dari pegangan lawan tidak peduli sekuat apapun pegangan itu (tanpa memukul muka lawan). Itulah sikap mental sesungguhnya yang diharapkan dari 'ilmu yang satu' ini.

... dan ini lebih relevan untuk kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari di jaman modern yang sudah jauh dari pibu, duel dan bunuh-bunuhan ini.
--- End quote ---

Kalimat yang pas untuk menerangkan apa yang Kang Iwan tulis, dimana telah menjadi inspirator thread ini.

Kalau merenung lagi, memang sebenarnya untuk apa sih kita belajar "ilmu satu ini"? (jadi ikutan Kang Antara)

Cari sehat? lho cari sehat kok latihan Beladiri, cari sehat kok latihan Pencak Silat?? ada Senam Aerobik, Fitness Centre banyak! hehehe kan malah bisa liat bokong sexy bergoyang? olahraga2 lain banyak banget, kenapa harus Pencak Silat yang diambil?

Pengen melestarikan budaya? lha kok Beladiri yang dipilih? atau Pencak Silat? kenapa ga jadi pemain Karawitan dan Seni Tari?

Untuk jaga-jaga? Kenapa ga menyewa bodyguard, tukang pukul, atau beli senjata api? 

Hobby? hobby kok mau disiksa dg latihan2 yang membosankan? apalagi kalau sudah di sesi "gebuk2an"? hobby kok bikin rusak badan, mana benjol, bengkak, memar2 biru, bahkan sampe patah tulang? udah gitu malah bangga lagi? huehuehue... hayooo ngaku? atau bahkan sampe meninggal dunia? Lhadhalha!!  :'(

Menang di kejuaraan? lagi2 hasil yang tidak sepadan yang didapat, apalagi iklim oahraga di Indonesia, hanya bidang2 tertentu saya yang bisa menghasilkan duwit, lha lak iya toh?

Sosialisasi? pengen buang waktu luang dan lain-lain dan lain-lain lagi?

Trus apa yang dicari dari kita belajar "ilmu yang satu ini"?

Boleh tidak kalau saya bilang "ilmu yang satu ini" dipilih karena "ego" yang tidak mau kalah? hehehehe kata Kang Antara adalah "KUTUKAN".... :D 

Pada awal belajar "ilmu satu ini" secara tidak kita sadari ada motif untuk menjadi "the invincible". Entah itu yang awalnya cuma untuk jaga-jaga, kesehatan, hobby, pelestarian budaya dll. Tapi tetap disitu keliatan kalau punya mimpi untuk tidak kalah dalam menyelamatkan dirinya dari kejahatan, atau dari penyakit. Semua tujuan orang belajar Beladiri awalnya adalah keinginan akan sesuatu yang lebih dari orang lain?

Tetapi pada saat dimana praktisi mengerti dan fahim akan semakin tau bahwa "Beladiri itu justru intinya adalah Silaturahmi, seperti yang termaktub dalam makna Silat, Yang berarti kita saling berhubungan / bergaul / berkomunikasi satu sama lain dalam suasana kekeluargaan saling asah asih asuh." (kutipan dari Blog-nya Mbak Henni)

Adalah bohong besar kalau semua yang disini tidak pengen menjadi "super mumpuni" seperti para sepuh pendahulu kita yang menjadi idola dan panutan kita semua....
Behh? (kata seru khas Blitar) :D
Buktinya yang dibikin Kang Ochid disini nih: TOKOH SILAT LEGENDARIS : AKU INGIN MENJADI SEPERTI BELIAU
Ya harus begitu kan? hehehe kegedean empyak lagi? :w
 

--- Quote from: Kang Antara ---saya ngeliat yang namanya tingkat mumpuni itu musti ngedongakkan kepala sampe leher pegel, soalnya tuh tingkatan jauuuuuh banget di atas sanah...
--- End quote ---

Sangat setuju, dan terimakasi pada  Kang Iwan yang sudah memberi bates:


--- Quote from: Kang Iwan ---sebelon sampe ke atas kita musti lewatin bawah terus tengah nah baru ke atas...

sebelon ngehalusin (alias ngamplas), kita musti memotong, menatah, memahat...setelah jadi bentuk pahatan maka kita haluskan, trus gimana orang yang langsung ngamplas aja? ya biarin aja. Mungkin dia pengen bentuk batu mengkilat doang, gak mau dibikin pahatan bagus dan indah..sah-sah aja.
--- End quote ---

Katanya para sepuh: "Kalau mendongak melihat gunung tinggi yang akan didaki akan membuat putus asa, tapi melihat apa yang tampak dan melewatinya setapak demi setapak tanpa terasa suatu saat nanti pasti akan ada diatas gunung. Kalau mendongak terus ati2 kesandung... kalau membongkok terlalu kebawah ati2 kejungkel..."

Salam,
Hartcone
*belajar menulis dg baik dan benar, tapi masih tetep ngedit  :-P

Antara:
Heheheheee...  :D sebelum kita terlalu jauh menyalahkan diri sendiri karena belajar beladiri, mungkin catatan Pak Grossman bisa menghibur sedikit.

Kolonel Dave Grossman, seorang pendidik ilmu militer dalam bukunya "On Combat" (PPCT Publishing, 2007) menyitir sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa ternyata manusia juga memiliki spesialisasi genetik seperti yang dimiliki serangga. Kalau kita melihat bahwa di dunia serangga terdapat penggolongan alami masyarakat menjadi golongan ratu, pejantan, pekerja dan prajurit... hal yang saya berlaku juga di manusia.

Penelitian itu menyebutkan bahwa sekitar 2% dari manusia dilahirkan dengan catatan genetik untuk menjadi golongan prajurit, yaitu orang-orang yang secara alami akan tertarik pada kegiatan yang berbau kekerasan, perang dan segala pernak-perniknya, meskipun tidak seperti serangga yang perbedaan fisik antara pekerja dan prajurit terlihat jelas. Sedikitpun ini bukan kesalahan, ini sama saja seperti orang-orang yang secara alami tertarik pada tari, bahasa, rekayasa (engineering), bisnis dan banyak lagi.

Penelitian ini menyebutkan bahwa orang yang pada dasarnya bukan prajurit, perlu pelatihan mental khusus untuk bisa berperang dengan baik. Di banyak kasus yang diteliti di berbagai perang sejak abad 19, ditemukan bahwa banyak prajurit yang gugur tanpa sempat menembakkan senjatanya, semata-mata karena mereka tidak sanggup membidik dan membunuh sesama manusia. Ini tidak berlaku untuk orang yang terlahir sebagai prajurit... mereka pembunuh efektif yang alami dan bahkan menikmati kegiatan tersebut. Buat mereka, senapan dan pisau adalah benda seni yang indah yang kerap dielus dan disayang, ilmu berkelahi adalah seni yang memiliki nilai yang dalam yang perlu ditekuni sampai ke cakrawala yang tak terbatas. Itulah panggilan jiwa.

Jadi kalau di masa kecil dulu kita beramai-ramai masuk silat, dan ketika teman-teman kita beramai-ramai pula pindah ke bidang lain sementara kita beberapa gelintir masih menikmati berlatih silat... maka itu memang cetak biru di dalam sel-sel yang kita bawa. Tuhan atau alam (tergantung kepercayaan kita) memang sudah menentukan demikian.

"Follow every rainbow till you find your way"

Tinggal pertanyaannya buat kita-kita yang tidak berkarir di dunia prajurit, bagaimana supaya naluri dasar itu menjadi pendukung di kehidupan yang kita jalani... bukan malah jadi penghalang (di kantor jadi tukang berantem?). Dalam hal ini Mas Rebo Paing adalah orang yang beruntung karena mengambil karir sesuai panggilan hati...

He..he..he... x-))

one:
mas semua, masih terlalu jauh dari layak saya menjadi bagian dari pembahasan ini.

Dalam pembelajaran yang agak serampangan saya cukup sadar batasan kemampuan saya.

ada cerita mengenai seorang anak 13 tahun bersama kawan-kawannya belajar silat pada seorang tukang becak diseberang desanya. selama lebih 4 bulan pertama hanya diajarkan 1 jurus tangkisan dan pukulan dengan dua bulan tanpa langkah sama sekali. dari 15 orang yang belajar tersisa 3 dan 2 kemudian dia seorang yang akhirnya setelah 3 tahun (hanya 14 bentuk gerak yang dipelajari)oleh sang guru dititipkan ke perguruannya yang banyak anak sebayanya. Kemauan dan kemajuan belajar silatnya diteruskan bertahun-tahun hingga dewasa. Belajar dengan berbagai guru dan aliran. Kini dalam pengupasan ilmunya tentang silat jaauuuh dari sang guru pertamanya. Mungkin kini dalam pengetahuan silatnya "anak" ini memiliki lebih banyak dari sang guru pertamanya.

20 tahu kemudian saat liburan sekolah, "anak" ini kembali ke kampung halaman untuk sekedar mengantar liburan anaknya. Karena lama tak jumpa dengan guru pertamanya maka ia bertamu ke sang guru. Ada pertanyaan yang terlintas di hati "anak" ini untuk menanyakan sesuatu pada sang guru yang secara akademis bukanlah "tempat pantas" untuk bertanya.

Saat bertemu dan berbincang tentang masa lalu dan cerita aktivitas silat yang masih digelutinya, si "anak" dengan bangga menyebutkan bahwa dirinya masih tetap eksis belajar malah kini banyak belajar dari berbagai guru. Namun entah sengaja atau memang tidak mengerti "anak" ini menanyakan pada sang guru,"kenapa sampai hari ini, saya masih tetap mengingat jurus satu yang diajarkan guru, apakah karena ini pernah menolongku beberapa kali dalam perkelahian baik yang membahayakan (dengan senjata tajam) atau hanya sekedar berkelahi biasa? Sementara kini belajar apapun meskipun cepat bisa, kok tidak bertahan lama?"

Sang guru menuangkan teh ke dalam cangkir si"anak" hingga luber dan tumpah membasahi meja tamu. Dengan cekatan "anak" ini mengambil serbet yang ada didekatnya dan mengelap tumpahan air teh tadi namun sang guru tetap menuangkan tehnya hingga serbetpun basah kuyup dan sang gurupun berujar,"nak, jangan ....nak jangan..." Lalu berkata,"karena kebodohan gurumu ini aku ajarkan kau untuk memahat apa yang kau ketahui, namun ketahuanmu menutup kemauanmu".
 
Sepanjang perjalanan pulang "anak" ini berpikir,"ah, guru pertanyaanku yang mudah sudah tidak bisa...."

Sepekan sesampai di kota tempat tinggalnya ia teringat kembali peristiwa itu, namun kali ini ini ia berpikir keras dan tak lama, dengan berkaca-kaca dan sedih ia menyadari. Ia melupakan dasar pembelajaran, bahwa belajar silat / bela diri adalah pelajaran memahat ilmu hingga ke dasar tiang hati, bukan "menyerap" ilmu bagaikan serbet atau lap pel yang akan kering terkena panas matahari. Mungkin ia kini banyak tahu bela diri dari yang dipelajarinya, namun kesadaran untuk "memahat" hingga ke relung hatinya kini tak pernah dilakukan. "Anak" ini menyadari ke"tahu"an (bukan pengetahuan) menutupi kemauan menggali artian ilmu sebenarnya. Penyesalan ini juga yang menyadarkan bahwa bukan berapa banyak, jurus, ilmu, ke"tahu"an dan kepada siapa ia belajar namun "apa" yang ia dapatkan.

Guru yang pertamanya mengajarkan silat memberikan pelajaran padanya sekali lagi bukan lagi dari pembahasan akademik dan tingkat bahasa yang menjlimet. Namun menegur halus dengan bahasa sederhana yang terpatri hingga ke dalam hati.

 

salam,


one  :D
(pesilat kelas serbet / kaen pel [lucu] [lucu] [lucu])

dari sini saya cuma bisa nyeritain cerita ini. udah ya....silahken dilanjut.....manggaa tarikkk, mang [satrianusantara]

HartCone:
banyak hal yang bisa saya renungkan disini, trims buat sahabat sekalian...

tetapi mana pendapat yang para sahabat lain?

Salam,
HC

srdananjaya:
Salam

Wah.. rame nih.. banyak hikmah yang bisa di petik..

kalo sy secara pribadi beranggapan bahwa olahraga beladiri yg dalam konteks pembicaraan ini disebut pertandingan beladiri itu adalah sarana latihan.. praktek beberapa jurus, kecerdikan, kekuatan, kecepatan dan banyak lagi.

lebih jauh lagi, pertandingan beladiri ini adalah permainan.. game.. seperti playstation, skateboard, sepakbola, dll.. bonusnya ya.. kemenangan.. ada yg bertanding /"bermain game ini" untuk sekedar pengen nyoba.. ada yang cari prestasi.. pembuktian diri.. dlsb..

yang namanya "permainan" kadang kala bikin addicting.. seperti catur.. gapleh.. dan remi.. cuma bedanya permainan pertandingan silat ini resikonya lebih tinggi.. dan statusnya mentereng.. juara silat se DKI.. atau apalah..

untuk bisa mengikuti permainan ini ada beberapa syarat yang harus dijalankan agar resiko cideranya tidak terlalu besar.. diantaranya tidak sakit2an (jantung, dll) tidak cacat, dan menguasai ilmu tendang pukul yang umumnya dipelajari dalam seni beladiri.. kalau pun ga belajar ilmu ini (seni beladiri) ya boleh2 saja ikut bertanding .. tapi resiko tanggung sendiri..

Ada kok beberapa temen sy yang mengkhususkan diri pada permainan pertandingan beladiri ini.. walaupun statusnya masih anggota perguruan.. tapi sama sekali tidak pernah berlatih di perguruan.. hanya mengulik dan melatih teknik2 pertandingan saja selama puluhan tahun.. menurut saya sih sah2 saja.. itu pilihan pribadi

Jadi.. bisa dibilang ilmu game beladiri ini bisa didapatkan dengan mempelajari seni beladiri.. demikian juga dengan akses/tiket untuk menjadi pesertanya.

sekadar opini pribadi.. mungkin banyak yg ga setuju.. gpp lah kan seru kalo beda pendapat  [top]

yang terpenting menurut saya dengan adanya even2 pertandingan yang merupakan permainan resmi di antara para pesilat.. merupakan ajang yang tepat untuk mencari kawan2 baru.. berkenalan.. bersilaturahmi. baik diantara kawan seperguruan maupun dengan kawan dari perguruan lain

salam hormat
sunan
'yang lagi bertapa nyari duit  :D'

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

[*] Previous page

Go to full version