+-

Video Silat

Shoutbox

30/12/2023 22:12 anaknaga: Mudik ke Forum ini.
Mampir dulu di penghujung 2023..
07/11/2021 17:43 santri kinasih: Holaaaaas
10/02/2021 10:29 anaknaga: Salam Silat..
Semoga Sadulur sekalian sehat semua di Masa Pandemi Covid-19. semoga olah raga dan rasa dapat meningkatkan daya tahan tubuh kita. hampur 5 tahun tidak ada yang memberikan komen disini.
23/12/2019 08:32 anaknaga: Tidak bisa masuk thread. dah lama tidak nengok perkembangan forum ini.
salam perguruan dan padepokan silat seluruh nusantara.
02/07/2019 18:01 Putra Petir: Akhirnya masuk jua... wkwkwk
13/12/2016 10:49 Taufan: Yuk ke Festival Kampung Silat Jampang 17-18 Desember 2016!!!
20/09/2016 16:45 Dolly Maylissa: kangen diskusi disini
View Shout History

Recent Topics

Berita Duka: Alamsyah bin H Mursyid Bustomi by luri
10/07/2022 09:14

PPS Betako Merpati Putih by acepilot
14/08/2020 10:06

Minta Do`a dan bimbingan para suhu dan sesepuh silat :D. SANDEKALA by zvprakozo
10/04/2019 18:34

On our book: "The Fighting Art of Pencak Silat and its Music" by Ilmu Padi
13/03/2017 14:37

Siaran Radio ttg. Musik Pencak Silat di Stasiun "BR-Klassik / Musik der Welt" by Ilmu Padi
12/01/2017 16:19

Tentang buku kami: "The Fighting Art of Pencak Silat and its Music" by Ilmu Padi
17/10/2016 20:27

Hoby Miara Jin by anaknaga
19/09/2016 04:50

TALKSHOW SILAT - Silat Untuk Kehidupan by luri
22/06/2016 08:11

Thi Khi I Beng by aki sija
17/08/2015 06:19

[BUKUTAMU] by devil
09/06/2015 21:51

Daftar Aliran dan Perguruan di Indonesia by devil
01/06/2015 14:01

SILAT BERDO'A SELAMAT by devil
01/06/2015 13:59

Persilatan Jurus Lima (Sabandar) by Marsudi Eko
14/05/2015 19:36

Kebugaran Merpati Putih by mpcrb
22/04/2015 16:16

PAWAI JAMBORE PENCAK 2015 by luri
20/04/2015 16:20

SilatIndonesia.Com

Author Topic: Pencak Silat sebagai Olahraga Beladiri dan Seni Beladiri  (Read 14662 times)

HartCone

  • Pendekar Muda
  • **
  • Thank You
  • -Given: 0
  • -Receive: 0
  • Posts: 733
  • Reputation: 38
    • Martial Arts Forever
Topik ini saya buat karena terinspirasi oleh tulisan Kang Iwan:

Quote from: Kang Iwan
Orang yang menang dalam perkelahian adalah jago,
Orang yang menang perkelahian tanpa melukai lawan adalah ahli,
Orang yang memenangkan tanpa perkelahian dan menundukkan lawan tanpa melukai hatinya adalah bijak.

-adalah mudah mengalahkan seseorang dengan melukainya, namun sangatlah sulit mengalahkannya tanpa melukai dan menjaga martabatnya-

Empat aspek dalam Pencak Silat adalah, Olahraga-Kesehatan, Beladiri, Seni Budaya, dan Spiritual dan Filosofi.

Seni beladiri adalah satu bentuk yang diciptakan atau tercipta untuk memaksimalkan potensi yang ada pada manusia, untuk mempertahankan diri, untuk melindungi diri terhadap serangan secara fisikal pada eksistensi manusia itu sendiri, dengan kata lain seni beladiri adalah sesuatu yang pasif, bukan sesuatu yang aktif.

Dalam kenyataannya sifat manusia yang punya ego mungkin bisa menempatkan Seni Beladiri menjadi bergeser. Perebutan kekuasaan, keserakahan, ketamakan dan segala sifat buruk manusia pada akhirnya bisa menjadi kalimat aktif, tentunya dipakai kata yang lain untuk mewakilinyah dan itu berubah menjadi "Seni Berkelahi", Tanpa aturan, taktik dan strategi dll dimana menempatkan "Seni Berkelahi" menjadi sesuatu yang "lethal", sangat mematikan dan membunuh.

Hukum, kebudayaan, kemasyarakatan yang semakin santun kembali menempatkan "Seni Berkelahi" menjadi "Seni Beladiri", Hal yang brutal, bersifat menghancurkan "diubah" menjadi sesuatu yang beradab. perkembangan jaman pun menuntut satu bentuk lain dari "Seni Beladiri" menjadi "Olahraga Beladiri", kalau pada awal2nya dua orang yang bertemu dan menciptakan satu kesepakatan untuk "pembuktian" ya otomatis teken "kontrak mati", tapi itu semua jadi berubah, menjadi "pertandingan"

Yang menjadi pokok permasalahan, "Olahraga Beladiri" yang pertandingan malah sering dipojokkan menjadi sesuatu yang tidak ada apa2nya dan tumpul, dikatagorokan sebagai "level rendah" yang kalah total sama "Seni Berkelahi"

Lho? Bukankah seharusnya yang menang dalam perkelahian eh pertandingan  tanpa melukai adalah ahli?

Pertandingan tentunya adalah ada aturan, begini dan begitu, tidak boleh ini dan tidak boleh itu dan bla-bla-bleh.
Tren dan kebiasaan manusia, kemenangan adalah kebanggaan, Cara termudah adalah segala yang diatur tadi pada akhirnya yang diperhatikan, menjadi hal yang dilatih setiap harinyah. dengan melupakan atau bahkan membuang bagian Seni Berkelahi-nya.

Kembali pada inti permasalahan, orang awam melihat "Olahlaga Bleadiri" tidak dapat dipisahkan dg "Seni Beladiri", sehingga ketika ada tuntutan pada "Olahraga Beladiri" tersebut menjadi "Seni Beladiri" yang sesungguhnyah, akhirnya malah bukan terlihat sebagai "Ahli" tapi terlihat menjadi kagok dan tumpul, bahkan mungkin dicap sebagai seni yang tidak berguna. Coba ajah tengok pembadingan2 antara "Seni Beladiri yang Dipertandingkan" dan "Seni Beladiri yang tidak Dipertandingkan"

Tulisan Kang Iwan, Orang yang menang perkelahian tanpa melukai lawan adalah ahli, ini mengajak kita semua utuk mengembalikan posisi "Seni Beladiri" secara utuh dimana hal yang terikat pada aturan, harusnya menjadi sesuatu yang "mempunyai tingkatan lebih" dari sesuatu yang tanpa aturan.

Demikian tulisan saya yang tidak sempurna ini, monggo dibahas lebih lanjut, Haruskah ada pemisahan antara "Olahraga Beladiri" dengan "Seni Beladiri"?? trimakasih....

Salam hormat,

HC
« Last Edit: 10/07/2008 15:47 by HC »

one

  • Pendekar Muda
  • **
  • Thank You
  • -Given: 3
  • -Receive: 24
  • Posts: 845
  • Reputation: 66
hua ha ha ha ane jadi inspirator? gak salah tuh? :D

dengan segala kesantunan, ke "ahli"an yang saya maksud adalah permasalahan yang berakhir dengan perkelahian dengan penyelesaian tanpa melukai.

saya setuju banget dengan pertandingan yang menjadi penghalusan perkelahian, namun kalo boleh angkat bicara untuk suatu "pertandingan" saya sendiri beranggapan bahwa "aturan" yang disepakati adalah "harus" oleh kedua belah pihak. Jika ada ada aturan yang menguntungkan salah satu pihak, maka saya beranggapan bahwa "pertandingan" tersebut hanyalah untuk memenangkan perorangan yang terlatih untuk itu, dan merugikan dan batal dalam etika. Disebut pertandingan, itu karena adanya kesiapan, materi, pemahaman dan teknik yang secara umum sama dan diketahui. Meski sama-sama pelari, saya rasa adalah salah mempertandingkan seorang sprinter dengan pelari marathon dalam arena 100 meter. Begitu juga dengan bela diri. Kalau tak biasa dengan aturan yang dikeluarkan IPSI (misalnya...) ya gak usah maksain ikut. Toh kalo udah kadung puluhan taon cuma latihan mukul ama miting (benjang misalnya...), akan jadi mubazir. Gak jadi jelek kok gak masuk ke sesuatu yang gak kita tahu dan bisa.

Sebetulnya banyak pertandingan yang telah terjadi pada silat, contoh: Mama Ibrahim vs Mama Sabandar....berakhir seri he he he :D :D

Saya mah yang masih rada oon ini, cuma bisa bilang. sebelum ke atas musti lewatin bawah dan tengah. Kalau mo jadi ahli ya seenggaknya lewatin level gak tahu, tahu, paham, ngerti, bisa, terampil, mahir, ahli, ame cinta trus...mati deh :D. Jangan kayak saya yang levelnya oon mulu

salam,


One
(pendekar pilih tanding, kalo tanding milih yang gak jago)


Antara

  • Moderator
  • Pendekar Madya
  • **
  • Thank You
  • -Given: 28
  • -Receive: 29
  • Posts: 1.168
  • Reputation: 110
  • Malu bertanya tinggal pake GPS...
Akhirnya bisa online... hidup wifi... :-*
Ada yang tau alamat Pak O'ong di Bangkok?

***

Ini cuma pendapat peribadi ya?

Bagi saya, ilmu berkelahi sama saja dengan hal-hal lain yang ada di muka bumi ini. Ia adalah sebuah alat yang meskipun pada awalnya dibuat untuk satu tujuan tertentu, namun belakangan dapat pula digunakan untuk hal yang lain.

Ada orang yang menggunakan ilmu berkelahi sesuai dengan tujuan awalnya, yaitu alat berkelahi secara efektif. Ada yang menggunakannya sebagai alat membina kesehatan. Ada yang menggunakannya sebagai alat membina rohani.

Saya sendiri menggunakannya sebagai alat pengisi hari saptu...  :-P

Saya melihat pendekatan yang berbeda itu bukan sebagai masalah, tapi semata-mata adalah perbedaan isi kepala dan kepercayaan manusia, yang sudah fitrah adanya.

Apabila muncul orang yang membanding-bandingkan, maka it is their problem. Sama seperti orang yang merasa diri lebih mulia karena dia berkulit putih... dia-lah yang sebenarnya bermasalah, bukan orang-orang yang dilahirkan berkulit hitam.

Yang penting adalah kita menyadari kelebihan dan kekurangan pendekatan kita masing-masing. Bila memang ingin jadi penari, yang belajar ilmu berkelahi sebagai ilmu gerakan indah, maka sadarilah bahwa pertarungan sebenarnya adalah keras dan kejam. Sebaliknya, bila jadi petarung yang tangguh, maka sadarilah bahwa ada sisi yang indah dalam ilmu berkelahi.

Sejauh ilmu berkelahi itu membawa manfaat sesuai keinginan praktisinya, maka tuntaslah tugasnya sebagai alat dalam kehidupan manusia.

Bertahun waktu lalu saya ngobrol dengan pelatih Tae Kwon-Do nasional, Mas Yoyok, di Jogja. Dia tahu pasti bahwa yang dia ajarkan pada murid-muridnya adalah ilmu olahraga, bukan ilmu berkelahi yang sebenarnya. Tapi dengan ilmu ini, dia berhasil mengangkat beberapa pemuda berandalan menjadi orang bertanggung jawab dan mempersembahkan medali emas bagi Indonesia di kancah internasional. Seandainya tidak menemukan harga diri melalui olahraga Tae Kwon-Do ini, mungkin sekali para pemuda tersebut akan berakhir sebagai korban pembunuhan di daerah kumuh di Jogja.

Jadi keduanya bermanpaat.

Demikian ... sekarang pamit lagi dulu yaaa....  :'(
Fairy tales don't tell children that dragons are real...
Children always know that dragons are real...
Fairy tales only tell that dragons can be slain...

HartCone

  • Pendekar Muda
  • **
  • Thank You
  • -Given: 0
  • -Receive: 0
  • Posts: 733
  • Reputation: 38
    • Martial Arts Forever
Kang Iwan,
huehuehue... masa ane salah cari inspirator? enggak lah...
pokok'e matur sembah nuwun ingkang sanget sudah nambahi tulisan disini...
apalagi ttg: tahapan dari bawah, ke tengah terus ke atas...

Kang Antara,
yep, satu pandangan yang bagus,
"Apabila muncul orang yang membanding-bandingkan, maka it is their problem."

Manusia yang mau maju tentunya tidak akan cepat berpuas diri, tapi punya visi kedepan, tahapan yang harus dilalui dan cita2 luhur, apalagi kalau melihat sejarah tokoh2 panutan, untuk itulah semangat mengejar sesuatu yang tinggi itu perlu, bila tidak ada hitam tentu orang tidak akan kenal putih, bila tidak ada siang tentunya orang tidak akan kenal malam, itu adalah pembandingan yang ekstrem, tapi tidak seperti demikian yang akan kita bahas disini, kalau demikian apa bedanya dengan orang yang hanya tau hitam dan putih saja, disini kita membicarakan tahapan dalam MA yang harus dilalui seperti yang udah ditulis Kang Iwan: "Kalau mo jadi ahli ya seenggaknya lewatin level gak tahu, tahu, paham, ngerti, bisa, terampil, mahir, ahli, ame cinta trus...mati deh"


Seni berkelahi adalah satu hal yang masih mentah, yaitu cara pembelaan diri manusia secara fisik sajah tanpa aturan, segala sesuatu halal, apalagi yang kotor, curang dan licik, semakin brutal semakin bagus, kalau dibuat dalam bentuk jamak dan melibatkan orang banyak jadi "Seni Perang", apapun dilakukan dg teknologi persenjataan dll. Karena dikalukan oleh masyarakat yang bervariasi dan berbeda2 dengan kebudayaan dan seni masing2  maka boleh dibilang Aspek Seni dan Budaya, Satu tingkat lebih tinggi lagi adalah memasukkan unsur Spiritual dan Filosofi, nah ini juga membatasi keadaan manusia, bukan karena terpaksa karena aturan orang kedua dg perjanian dll atau yang sudah dibuat oleh pihak ketiga, tapi karena kesadaran akan sesuatu Yang Lebih Tinggi, disini yang membatasi adalah secara kesadaran akan diri sendiri.
Perkembangannya adalah “Olahraga Beladiri”,  pengen sehat-pun bisa berlatih berladiri, didalamnya ada satu tiruan pertarungan sebenarnya yang disebut “pertandingan”, ini satu bentukan yang diatur oleh perjanjian yang melibatkan pihak kedua dan pihak ketiga, keselamatan menjadi sangat penting, walaupun toh ada ajah yang masih namanya kecelakaan sampe meninggal dunia, sportifitas, ini yang disebut sebagai Seni Beladiri.

Pendekatan yang berbeda:
Pemikiran lain dari “Olahraga Beladiri” adalah karena adanya aturan yang sudah dibuat, oleh sebab itu ga ada salahnyah bila yang diatur tadi justru yang dimatangkan dan mendapat perhatian yang lebih, sehingga sebenarnyah  Olahraga Beladiri bisa sajah menjadi satu bentuk yang lepas jika begitu banyak hal dari Seni Beladiri secara utuh yang dianggap berbahaya di buang dan dianggap tidak perlu diajarkan.

Yah ini memang satu hal yang wajar dan tidak bisa disalahkan, en toh sesuai dg perkembangan jaman.

Kalau Kang Antara menulis: “Jadi keduanya bermanpaat”
ya memang sih, tetapi bagi orang yang tau,  (“Mas Yoyok, di Jogja. Dia tahu pasti bahwa yang dia ajarkan pada murid-muridnya adalah ilmu olahraga, bukan ilmu berkelahi yang sebenarnya.”) tentunya mengambil jalan yang lain, yaitu mengembalikan apa yang menjadi keharusan inti Seni Beladiri itu sendiri, tentunya yang menjadi landasan adalah sesuatu yang sudah dipikirkan oleh para pendahulu kita dengan memasukkan 4 Aspek yang sudah ditulis diatas: "Olahraga-Kesehatan, Beladiri, Seni Budaya, dan Spiritual dan Filosofi." , Jadi lengkap gitu lohh....

Jadi cita2 dan visi Seniman Beladiri sejati adalah Seni Beladiri komplit, sesuai harapan dari ke-4 Aspek dalam Pencak Silat, mempunyai ilmu berkelahi, bisa olahraga beladiri, melestarikan seni dan budaya, terakhir adalah punya spiritual dan falsafah yang tinggi...

Demikian, kalau ada salah kata mohon direvisi...

Salam,
HC
*hehe kegedean empyak, kemuluken... :P
« Last Edit: 10/07/2008 15:28 by HC »

one

  • Pendekar Muda
  • **
  • Thank You
  • -Given: 3
  • -Receive: 24
  • Posts: 845
  • Reputation: 66
mas HC (bukan HC Anderson), emang TOP dah 8)

Tulisannya gak ada yang salah (karena emang gak ada tip ex-an), Cuma beda pendapat doang he he he

Seni berkelahi adalah bukan hal yang mentah, karena apabila kita berhadapan dengan kata "seni / art" maka telah ada sesuatu yang kompleks. Namun jika "berkelahi" itu mungkin sesuatu yang masih bisa disebut mentah. Jika kita dengar orang berkelahi lalu kita bertanya apa yang terjadi dan dijawab "si anu berantem lawan si fulan". Trus kita tanya,"berantemnya gimana?" jika jawabannya"tonjok-tonjokan..." maka kita akan mendapatkan satu kesimpulan bahwa berantemnya tersebut memiliki tingkatan "hanya" sampai saling tonjok, dan itu adalah hal yang mentah. Karena tidak disertai teknik lain, separti mengelak, menendang, menangkis, mengunci dan sebagainya. Sehingga tingkat kerumitannya tak seberapa.
Namun hal ini akan lain jika ada dua orang yang berkelahi dan yang melihatnya bercerita dengan segala ketakjubannya melihat kehebatan dua orang dengan segala daya upaya dan teknik saling untuk saling mengalahkan, jelas disini arti kata seni berperan sebagai bentuk kompleksitas. Berkelahi tak ada yang tanpa aturan, peperangan tak ada yang tanpa aturan....jika kita teliti ada satu aturan "alam" yang sebenarnya telah kita ketahui dan hukum alam ini berlaku selama kita ada. Aturan itu adalah "siapa yang kuat dia menang".....aturan ini tak hanya memandang suatu otot semata, namun kecerdikan, ilmu pengetahuan, ketepatan mengambil inisiatif, kontrol emosi, ketepatan waktu dll. eeeeit kejauhan gak ya

Saya yang bodoh ini masih merasa bingung dengan kata seni bela diri. Karena kebodohan saya pula saya sering bilang bagaimana seni bela diri dipertandingkan? Lha, wong namanya aja bela diri........kok ada yang saling menyerang? itu mah sudah bukan bela diri... Berarti secara harfiah kita sudah menghilangkan artian kata itu sendiri. Namanya bela diri ya dipake kalo kepepet dan diserang. Dan keluarnya kata "membela" diri sendiri kan karena sebuah keterpaksaan dan darurat.

Lalu bagaimana dengan pertandingan pencak silat? Saya (meski rada oon dan telmi) mengatakan adalah benar dan betul penulisan pertandingan pencak silat. Karena disana artian kata pencak silat sendiri memiliki kompleksitas yang tinggi yang meliputi seni perkelahian, seni bela diri, seni pertunjukan (diluar falsafah, olahraga dan budaya), begitu juga dengan pertandingan karate, tinju, tae kwon-do dll. Jadi artian sesungguhnya adalah benar, karena ada sesuatu yang dapat  dipertandingkannya. Beda kalo ada embel-embel "bela diri"

Namun bagi saya (pribadi nih... :)) tak ada bela diri yang dapat dipertandingkan. Lha mo ngapain? kalo bener merasa sama-sama mo bela diri (dan memegang prinsip kebeladiriannya teguh), pasti dong nunggu....kalo dua orang saling nunggu, berarti yang ada pertandingan adu tunggu he he he :D

Lalu bagaimana olah raga bela diri? secara harfiah saya mah cuma bilang,"itu jurus yang digerakin tiap pagi atau tiap hari biar keluar keringet.....nah dengan bergerak pake jurus dan berkeringet itulah badan kita menjadi bugar" proses kebugaran yang dicapai itu yang dinamakan olah raga (berasal dari kata "mengolah" tubuh atau "raga" kita). Makanya di Pencak silat dikenal kata "pencak silat olah raga" bukan "olah raga pencak silat" dan "pencak silat seni" karena maknanya akan berbeda jika olah raga pencak silat....berarti secara bodoh saya menerjemahkan akan memiliki makna olah raga tidak bisa jadi pencak silat (karena pencak silat memiliki kaidah tersendiri) sementara pencak silat (yang memiliki kaidah itu )bisa dijadikan olah raga....begitu juga dengan cabang pencak silat seni, yang dipertunjukan dan dipertontonkan adalah keindahan suatu seni geraknya....sementara seni pencak silat adalah berbagai macam teknik yang berguna untuk menyerang, membela diri, melumpuhkan atau bahkan membunuh

Kalo  cita-cita dan visi mah biarkan saja bebas......toh anak-anak aja ada yang seneng jadi dokter, tentara, insinyur, guru atau malah jadi juragan kapal tanker kayak adik saya mas Alam Sarung Kampret (meski sampe hari ini dia belum ngerti gimana kapal tanker terapung). Kalau mas Hartcone mo jadi seniman bela diri yang komplit cita-citanya bagus tuh. [top] [top] [top], jarang ada lho, Mas. Karena biasanya untuk sebuah kekomplitan satu aliran silat aja dibutuhkan waktu 5-20 tahun untuk mengejar tingkatan mumpuni. Saya mah gak bisa kayak Mas, soalnya jika di Tatar Pasundan dan Betawi aja kurang lebih ada sekitar 250 aliran silat maka berarti minimal saya mesti berumur sekitar 1250 taon dengan tingkat kecerdasan tinggi.....wah kayak apa ya?  :D

lalu visinya ke depan gimana? biarlah beda....karena tiap orang belum "berkumpul" tak mungkin sesuatu kita mengharapkan persamaan. Namun yang yang telah "berkumpul" diharapkan dapat menyatukan visi nya..... karena pandangan ke depan adalah hasil apa yang kita perbuatan sekarang.

Beda ya? wajar kan....beda emak, beda bapak....orang yang satu emak satu bapak aja bisa beda he he he :D

salam salut buat mas HC,



one
bodo mah panggiheun anu meunang dipiceun
pangarti titipan nu teu meunang dileungitkeun
bodo nu diri, sampurna nu Gusti.

kebodohan adalah barang temuan yang boleh dibuang
ilmu adalah titipan yang tak boleh dihilangkan
bodoh milik diri, kesempurnaan milik-Nya



Antara

  • Moderator
  • Pendekar Madya
  • **
  • Thank You
  • -Given: 28
  • -Receive: 29
  • Posts: 1.168
  • Reputation: 110
  • Malu bertanya tinggal pake GPS...
Istilah "seni" selain dipakai untuk menggolongkan sesuatu menurut keindahan, juga dipakai untuk menyebut tataran pengetahuan yang tinggi dan mendalam (tinggi dan dalam sekaligus?? ???) Misalnya, seorang teknisi yang memahami mesin sedemikian dalamnya sampai mobil mogok langsung bisa jalan lagi hanya dengan lirikan mata, bisa disebut seniman mesin...  x-))

Saya jadi pingin diskusi soal itu tuh...
Quote from: Kang Iwan
Orang yang memenangkan tanpa perkelahian dan menundukkan lawan tanpa melukai hatinya adalah bijak.

-adalah mudah mengalahkan seseorang dengan melukainya, namun sangatlah sulit mengalahkannya tanpa melukai dan menjaga martabatnya-

Kalau perlu tanpa berkelahi sama sekali...

Perlukah kita menjadi seniman beladiri untuk sampai ke tahap ini? Bisakah orang yang tidak belajar ilmu berkelahi sama sekali sampai juga ke tahap ini?

Misalnya orang yang pandai bertutur, berempati terhadap perasaan orang lain, bagus budi pekertinya dan halus budi bahasanya, tapi tidak pernah hapal jurus silat secuil-pun...

Jika bisa... dan kemampuan itu merupakan puncak pencapaian ilmu silat, maka bagaimana menjelaskan bahwa tingkat tertinggi ilmu silat ternyata bisa dicapai tanpa belajar ilmu berkelahi (silat??)?

(maap ^:)^, soalnya yang saya tau, silat itu pada dasar dan awalnya adalah ilmu berkelahi, kajian filosofis diletakkan di atas pondasi ilmu berkelahi tersebut. Saya belum bertemu dengan perguruan silat yang murni hanya mengaji filsafat hidup dan perilaku, sedikit banyak pasti ada tata geraknya... sekali lagi maap ^:)^, maklum, pengetahuan silat saya baru sebatas dibikin jumpalitan sama Babe :'()
Fairy tales don't tell children that dragons are real...
Children always know that dragons are real...
Fairy tales only tell that dragons can be slain...

Unknown

  • Pendekar Madya
  • ***
  • Thank You
  • -Given: 65
  • -Receive: 41
  • Posts: 1.486
  • Reputation: 95
  • I'm no longer a member of this forum
    • FORUM SILAT
@bang antara,
ente kudu menta tuh elmu langsung ama gan iwan deh..
yang dimaksud gan iwan dengan :
 "-adalah mudah mengalahkan seseorang dengan melukainya, namun sangatlah sulit mengalahkannya tanpa melukai dan menjaga martabatnya-"
emang bener-bener ada kok bukan cuman sekedar petatah-petitih..
"mengalahkan lawan tanpa melukai dan menjaga martabatnya" bisa diartikan
dalam makna sebenarnya

tabek

one

  • Pendekar Muda
  • **
  • Thank You
  • -Given: 3
  • -Receive: 24
  • Posts: 845
  • Reputation: 66

Kalau perlu tanpa berkelahi sama sekali...

Perlukah kita menjadi seniman beladiri untuk sampai ke tahap ini? Bisakah orang yang tidak belajar ilmu berkelahi sama sekali sampai juga ke tahap ini?

Misalnya orang yang pandai bertutur, berempati terhadap perasaan orang lain, bagus budi pekertinya dan halus budi bahasanya, tapi tidak pernah hapal jurus silat secuil-pun...

Jika bisa... dan kemampuan itu merupakan puncak pencapaian ilmu silat, maka bagaimana menjelaskan bahwa tingkat tertinggi ilmu silat ternyata bisa dicapai tanpa belajar ilmu berkelahi (silat??)?


kayaknya salah nanya nih....ane mah ada oon cuma bisa bilang begini:

sebelon sampe ke atas kita musti lewatin bawah terus tengah nah baru ke atas...

sebelon ngehalusin (alias ngamplas), kita musti memotong, menatah, memahat...setelah jadi bentuk pahatan maka kita haluskan, trus gimana orang yang langsung ngamplas aja? ya biarin aja. Mungkin dia pengen bentuk batu mengkilat doang, gak mau dibikin pahatan bagus dan indah..sah-sah aja.

Trus gimana kok musti belajar bela diri dan belajar seni berkelahi kalo nantinya gak perlu mukul orang untuk nyelesaiin masalah?

Ah, mas yang satu ini suka ngetest ane........

Rasulullah pernah bersabda kalau kamu dipukul pipi kiri kamu, maka balaslah secara setimpal namun jika memaafkan maka itu lebih baik.
Disini saya mah ngegaris bawahin yang kata balaslah setimpal kemudian kata jika kita memaafkan itu lebih baik. Tuntunan ini kadang membuat kita selalu ingin jauh kepada yang "lebih baik", namun kadang melupakan kalimat awalnya. Bahwa sebelum ke "lebih baik" maka ada yang "baik". Apakah yang baik itu? yakni berbuat adil dengan melakukan hal yang setimpal jika kita di dholimi. Nah, bagaimana bisa ke "lebih baik" jika anda tidak mau melalui tahapan "baik"?

Terus apa hubungannya dengan kita yang belajar seni berkelahi dan bela diri...? Sinilah posisi sebenarnya anda semua. Anda berada di level terhormat yakni level "baik" untuk menuju yang "lebih baik". Karena bagaimana seseorang bisa membalas kepada yang lainnya jika tak memiliki modal kekuatan? Bukankah bela diri, seni berkelahi itu modal kekuatan?
Kemudian apa fungsi bela diri itu? ya kan udah jelas tulisannya BELA DIRI, modal dan bekal untuk menjaga agar segala hak dan kehormatan kita tidak dilanggar dan disepelekan orang lain...he he he gitulah pendapat orang lieur ini :D

salam,


one (tahapannya baru selesai jadi orang jelek)
(Gusti Allah langkung mikaresep ka muslim anu kuat)  

one

  • Pendekar Muda
  • **
  • Thank You
  • -Given: 3
  • -Receive: 24
  • Posts: 845
  • Reputation: 66
eh, udahan ah sebelon ane tambah ngaco....mendingan pamit aja dulu. :D

salam,


one
nb: mangga diteraskeun mas HC...

DasaMan

  • Calon Pendekar
  • *
  • Thank You
  • -Given: 0
  • -Receive: 0
  • Posts: 681
  • Reputation: 31
    • Email
Mungkin perlu diingat bahwa ilmu non-fisik harus dibekap oleh ilmu fisik.

Ini ada bahasan menarik dari Marc McYoung mengenai personal safety.

http://www.nononsenseselfdefense.com/pyramid.html

Ilmu fisik dalam bela diri itu last ditch effort!

Antara

  • Moderator
  • Pendekar Madya
  • **
  • Thank You
  • -Given: 28
  • -Receive: 29
  • Posts: 1.168
  • Reputation: 110
  • Malu bertanya tinggal pake GPS...
Lhoo ... Gan Iwan kok langsung ngaburrr... :'( 'Pan saya mau menta ilmunya itu sesuai saran Gan Ochid... Tingkat tinggi tuuu...

Padahal udah nyiapin menyan ama bunga tuju rupa niiii....  :-\
Fairy tales don't tell children that dragons are real...
Children always know that dragons are real...
Fairy tales only tell that dragons can be slain...

Antara

  • Moderator
  • Pendekar Madya
  • **
  • Thank You
  • -Given: 28
  • -Receive: 29
  • Posts: 1.168
  • Reputation: 110
  • Malu bertanya tinggal pake GPS...
OOT dikit yah?

Kebetulan terbaca tulisan L.A. Kane, beliau salah satu pengarang buku beladiri yang saya sukai. Ini seputar ilmu beladiri dan ilmu berkelahi. Maaf kalau terjemahannya rada payah  :-X

Quote from: Mas Kane
Jika Anda sungguh-sungguh ingin belajar beladiri, maka perhatikan kurikulum tempat Anda belajar. Lihat dibalik pukulan, tendangan dan pergumulan yang Anda latih. Jika tidak ada di dalamnya materi tentang kewaspadaan, penghindaran dan teknik menurunkan ketegangan, maka Anda tidak sedang belajar beladiri, Anda belajar ilmu berkelahi.

Kecuali Anda adalah seorang penegak hukum, anggota militer, atau petugas keamanan yang memang berkewajiban untuk berhadapan dengan kekerasan, maka pilihan terbaik bagi Anda adalah selalu cari jalan aman.

Berkelahi adalah saat ketika ilmu bela diri Anda gagal dan Anda beralih ke ilmu berkelahi

Bener juga kata Gan Iwan... saluttt...  [top]
Fairy tales don't tell children that dragons are real...
Children always know that dragons are real...
Fairy tales only tell that dragons can be slain...

HartCone

  • Pendekar Muda
  • **
  • Thank You
  • -Given: 0
  • -Receive: 0
  • Posts: 733
  • Reputation: 38
    • Martial Arts Forever
Menulis itu memang susah, padahal sudah beberapa kali saya melakukan editing, tapi tetep sajah belum bisa menggambarkan apa yang menjadi maksud dan tujuan saya dalam membuat thread ini.

Mungkin kata "komplit" ini tidak tepat, Sebenarnya yang saya katakan komplit itu bukan menuju satu komplit menguasai berbagai aliran beladiri yang ada, dan itu pasti ora mungkin alias mustahil bin mustahal, seperti yang ditulis oleh Kang Iwan, akan membutuhkan waktu yang lama (1250 tahun)...

Kalau kita kembali melihat sejarah, tentunya begitu banyak tokoh2 yang bisa dijadikan panutan dimana bisa mengangkat dan memberi nama harum setiap "Aliran" yang sudah terbentuk, nah itu adalah tujuan tulisan saya diatas...

Sesuai dengan judul, komplit berarti bisa bertarung secara Ilmu Berkelahi tanpa aturan, bisa bertarung dalam banyak aturan yang disepakati, tapi manut sama Kang Iwan sajah, sebaiknya kata komplit diganti dengan "mumpuni". Saya tidak hanya menyebut pada Pencak Silat Olahraga sajah, tetapi Seni Pencak Silat secara utuh, dan itu sudah diungkapkan dengan contoh oleh Kang Iwan juga:

Quote from: Kang Iwan
Sebetulnya banyak pertandingan yang telah terjadi pada silat, contoh: Mama Ibrahim vs Mama Sabandar.... berakhir seri....

Dari situ pasti kita simpulkan bahwa Mama Ibrahim dan Mama Sahbandar, adalah "super mumpuni" dimana tentunya bisa menempatkan diri pada setiap keadaan, dimana beliau berdua bisa menyetel Seni Pencak Silat itu sebagai apa? Sebagai Ilmu Berkelahi, Sebagai Pencak Silat Olahraga (termasuk pertandingan) Sebagai Seni Beladiri secara utuh lengkap dengan Spiritual dan Filosofi, Dan masih begitu banyak tokoh2 yang bisa kita jadikan panutan...

Quote from: Kang Iwan
bingung dengan kata seni bela diri. Karena kebodohan saya pula saya sering bilang bagaimana seni bela diri dipertandingkan? Lha, wong namanya aja bela diri........kok ada yang saling menyerang? itu mah sudah bukan bela diri... Berarti secara harfiah kita sudah menghilangkan artian kata itu sendiri. Namanya bela diri ya dipake kalo kepepet dan diserang. Dan keluarnya kata "membela" diri sendiri kan karena sebuah keterpaksaan dan darurat.

Saya rasa ini adalah satu perkembangan kebudayaan yang bergeser, Ditinjau dari budaya barat, bela diri lebih populer memakai kata "martial arts", kata "martial" diambil dari nama Mars, dewa perang Romawi kuno. "martial arts" secara harafiah bisa bisa diatrikan sebagai seni perang, kata ini sudah populer di Eropa pada abad 15,

Selain itu dalam tinjauan budaya barat ada pula kata "self defence", dalam bahasa Indonesia populer sengan istilah "seni bela diri" yang berarti cara mempertahankan diri sebagai satu eksistensi yang mempunyai hak bebas berkehendak sebagai mahluk hidup dari serangan secara fisik oleh orang lain baik perorangan atau kelompok. Self defence atau seni bela diri lebih menunjukkan sisi pasif dari martial arts, dimana setelah ada aksi baru ada reaksi, ketika tidak ada aksi sama sekali otomatis akan ada dalam suatu keadaan diam atau pasif. dan itu sudah diterangkan dengan gamlang diatas oleh para sahabat silat.

Konteks beladiri saat ini adalah Martial Way, nah ini kan sudah beda, bukan war/perang lagi yang diutamakan tetapi menjadi "jalan, path, atau way", dg kata lain beladiri sudah disantunkan...
Ini sangat terlihat jelas sekali pemisahannyah dalam Beladiri jepang, pada Restorasi Meiji (1868) dimana ada "gendai budo" dan "koryu bujutsu", dg pemisahan pengakhiran "do" dan "jutsu", dimana setiap "do" adalah dipelajari orang sipil, dan "jutsu" tetep dipelajari militer, Dan kalau kebetulan kita semua yang bincang2 ini adalah bukan orang2 yang punyah: Lisence to Kill, semua pembicaraan ini tentunyah masuk dalam koridor "do"/"way" sajah.

Dalam perkembangannya tentunya dibuat pula tiruan dari pertarungan/perkelahian sebenarnya dalam bentuk "pertandingan", Nah dari situ sebenarnya apa yang terjadi? Dalam kenyataannya ada yang membuat penyantunan atau penghalusan Seni Beladiri itu dengan memberikan muatan Spiritual dan Flilosofi, berarti ada self kontrol dengan kesadaran diri tapi tetap bermuatan "Seni Beladiri Seutuhnya "tau teknik berbahaya tapi karena hanya pertandingan maka tidak dipakai, tapi karena system yang terus berkembang mungkin disadari atau tidak telah terjadi penyunatan terhadap muatan nilai dari Beladiri itu sendiri. Satu Seni Beladiri yang tadinya "lethal" dan mematikan, semua teknik yang berbahaya disunat dan tidak diajarkan, dan itu berkembang dari generasi ke generasi dimana pada akhirnya akan menimbulkan satu kelompok generasi yang "tidak tahu", itu sudah disinggung Kang Antara diatas.

Quote from: Kang Antara
“Mas Yoyok, di Jogja. Dia tahu pasti bahwa yang dia ajarkan pada murid-muridnya adalah ilmu olahraga, bukan ilmu berkelahi yang sebenarnya.”

Dan ini menjadi terbalik dg apa yang dikutip Kang Antara:
Quote from: Mas Kane
Jika Anda sungguh-sungguh ingin belajar beladiri, maka perhatikan kurikulum tempat Anda belajar. Lihat dibalik pukulan, tendangan dan pergumulan yang Anda latih. Jika tidak ada di dalamnya materi tentang kewaspadaan, penghindaran dan teknik menurunkan ketegangan, maka Anda tidak sedang belajar beladiri, Anda belajar ilmu berkelahi.

Kecuali Anda adalah seorang penegak hukum, anggota militer, atau petugas keamanan yang memang berkewajiban untuk berhadapan dengan kekerasan, maka pilihan terbaik bagi Anda adalah selalu cari jalan aman.

Berkelahi adalah saat ketika ilmu bela diri Anda gagal dan Anda beralih ke ilmu berkelahi

Kembali lagi, karena tidak ada pemisahan dan kebetulan yang lebih gencar di ekxpose adalah yang "Pertandingan Beladiri" dg liputan berbagai media, menghasilkan begitu banyak duwit bagi yang mengelola dan bla-bla-bleh.... pada akhirnya, Seni Beladiri sendiri jadi dipertanyakan, dan ada begitu banyak perbandingan2 yang dibuat oleh masyarakat awam Seni Beladiri.

Ya tetep kembali sah-sah sajah, lha wong mereka tidak tau dan tidak ngerti! Nah bagaimana dengan kita sendiri? dimanakah kita akan memposisikan diri? "mumpuni" hanya dipertandingan thok? (sambil nunjuk diri sendiri yang masih cindil dalam "level" pertandingan) atau mumpuni secara Seni Beladiri seutuhnyah? Saya rasa pendapat2 diatas mempunyai cukup bobot, dari tulisan para sahabat diatas mungkin bisa dinilai siapa dibalik yang menulis tersebut, dan itu semua bisa dijadikan perenungan buat kita arah mana yang akan dituju pada masing2 pribadi dalam Seni Beladiri terutama Pencak Silat...

Semoga bisa dipahami maksud dan tujuan saya, kalao tidak berkenan dimohon maaf yang sebesar2nyah, trimakasih...

Salam,
Hartcone
*Cindil (anak tikus) belajar menulis... :P

Catetan: Lha iyo toh, tetep sajah eijke melakukan editing lagi... :(

« Last Edit: 12/07/2008 12:49 by HC »

one

  • Pendekar Muda
  • **
  • Thank You
  • -Given: 3
  • -Receive: 24
  • Posts: 845
  • Reputation: 66
bener saya setuju mas  [top] [top] [top]

bedanya saya mah cuma ngebahas wilayah sempit ke tataran yang saya tau sedikit doang yakni "pencak silat" dan budaya lokal, jadi kalo "kacamata kuda" saya rada kurang kebuka ke samping kiri kanan, maklumin aja ya. Kalau yang rada melebar jauh-jauh mungkin saya musti banyak belajar lagi ama mas HC. Ane salut....mas HC emang TOP MARKOTOP [top] [top] [top]

Kalo kalkulasi 1250 ton mah itu itungan orang lagi klenger :D :D, jangan dianggap...

Lalu bagaimana saya memposisikan diri? Karena saya mah belajarnya gak sampe dalem mbanget sampe ke taraf falsafah, maka saya cuma berani bilang taraf saya dasar. Dan temen-temen semua emang setuju, buktinya suka dibilang,"Dasar si Iwan....." :D

Untuk selanjutnya ya saya mah sambil tertatih tatih di belakaaaang banget pengen punya juga kemampuan dan kemauan (cita-cita) kayak mas HC dan semua, tapi karena akselerasinya udah gak pol ya bathin mah cuma bisa bilang,"coba dari dulu belajarnye bener.....ah dasar si Iwan." ya udah sampe sini doang.

salam,


one
jalma pang bagjana, dina ngora manehna pinuh pangarti
jalma nu sedih, dina kolotna kakara manggih
jalma pang sedih jeung nalangsana, dina deukeut ajalna kakara nyaho



Antara

  • Moderator
  • Pendekar Madya
  • **
  • Thank You
  • -Given: 28
  • -Receive: 29
  • Posts: 1.168
  • Reputation: 110
  • Malu bertanya tinggal pake GPS...
Yakampun, Kang Harto ini kalo bikin thread jadinya panjang banget. Ini masih satu halaman tapi scroll-nya udah kudu jauh ke bawah... salut...

Seperti juga Kang Iwan, saya ngeliat yang namanya tingkat mumpuni itu musti ngedongakkan kepala sampe leher pegel, soalnya tuh tingkatan jauuuuuh banget di atas sanah...

Tapi bicara soal mumpuni dalam ilmu yang 'satu ini'... (habis mau pake sebutan apa cobak? Ilmu berkelahi, ilmu beladiri, ilmu silat, ilmu berantem... semuanya gak cukup untuk nerangin yang kita maksud... ya udah, jadinya 'ilmu yang satu ini' :D)

Kalau kita bicara itung-itungan orang dagang, sudah tidak banyak yang bisa kita peroleh dari belajar 'ilmu ini' untuk semata-mata mengejar berkelahi ataupun bertandingnya. Lebih gede usaha dari penghasilan. Misalnya, kecuali kita niat pingin jadi preman pasar, satu banding sepuluh kemungkinan kita bakal terlibat perkelahian. Kecuali kalau bonus juara silat sama gede dengan jadi juara golf atau bulutangkis, maka juara silat cuma beroleh sekeping medali warna kuning (emas betulan kah?) dan kebanggan sesaat.

Saya mungkin salah mengukur 'ilmu ini' dari sisi materi semata, tapi yang saya maksud di sini, berhenti pada ahli berkelahi atau ahli bertanding tidak membawa hasil yang sepadan. Kita perlu cari yang lain dari 'ilmu ini'.

... dan bagi kita yang -mungkin karena kutukan genetik :D- jatuh cinta pada ilmu ini, penting untuk memahami apa sebenarnya yang kita cari. Begitu pula untuk mewariskan pemahaman itu pada anak-anak kita nanti (yang pasti maunya jadi jagoan ;D)

Secara sederhana, saya melihat 'ilmu ini' sebagai jalan untuk selalu mengasah diri... seperti sebuah cerita Zen berikut:

Suatu malam, seorang guru jujutsu mengajak muridnya yang terbaik masuk ke ruang latihan ketika orang lain sedang tidur. Di situ, sang guru menorehkan sebuah garis di atas arena tanding yang terbuat dari pasir.

"Anggap garis ini lawanmu. Buatlah garis ini menjadi lebih pendek, tapi kau tidak boleh menyentuhnya sama sekali," begitu perintah sang guru. "Ini adalah hal terakhir yang bisa aku ajarkan padamu."

Muridnya berpikir keras semalam suntuk tapi tidak menemukan cara yang dimaksud. Dia selalu berargumen bahwa untuk memendekkan garis itu, ya harus dihapus sedikit salah satu ujungnya.

Peristiwa ini berlangsung terus setiap malam. Sang murid berlatih tekun sepanjang siang dan berpikir keras memecahkan soal dari gurunya setiap malam.

Akhirnya setelah satu tahun, sang murid memahami yang dimaksud oleh gurunya. Ia meminta gurunya datang ke tempat latihan pada malam hari, persis seperti setahun sebelumnya.

Si murid kemudian menggambar satu garis yang lebih panjang di samping garis yang tahun lalu digambar oleh gurunya.

"Garis ini adalah aku, guru," katanya pada gurunya. "Dengan aku lebih panjang, maka lawanku menjadi lebih pendek, tanpa aku perlu menyentuhnya."

Si murid dinyatakan lulus.

Maksud cerita ini, kita dituntut untuk selalu menaikkan tingkatan kita lebih tinggi lagi, entah sampai ke mana. Dengan semakin tinggi tingkatan kita, semakin luas kemungkinan kita untuk berkarya.

Dalam konteks beladiri, semakin tinggi tingkatan kita dibanding lawan, semakin tidak perlu kita melukai. Contoh, anggaplah materinya adalah melepaskan tangan kita dari pegangan lawan. Seorang yang melihat sisi beladiri praktis akan memilih untuk memukul muka lawan dengan tangan yang satunya, dengan demikian tangannya yang dipegang bisa dilepaskan.
Tidak salah.

Tapi seorang yang menganggap 'ilmu satu ini' sebagai alat mengasah diri akan melatih teknik lepasannya setinggi mungkin sampai pada tingkat dia selalu bisa melepaskan diri dari pegangan lawan tidak peduli sekuat apapun pegangan itu (tanpa memukul muka lawan). Itulah sikap mental sesungguhnya yang diharapkan dari 'ilmu yang satu' ini.

... dan ini lebih relevan untuk kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari di jaman modern yang sudah jauh dari pibu, duel dan bunuh-bunuhan ini.

 :-X... duh, jadi unjuk kebodohan nih... maap... maap... ^:)^
Kemaren tangan saya dipeganging Kang Iwan dan samasekali gak bisa saya lepasin.... :-P

beringsut balik ke pojokan....
Ngumpet........
sssttt....
Fairy tales don't tell children that dragons are real...
Children always know that dragons are real...
Fairy tales only tell that dragons can be slain...

 

Powered by EzPortal