Ikutan nggak ya?
Ikutan ah... jangan diketawain yak?
Kisahnya terjadi di masa ketika mahasiswa sedang sibuk demo melawan Soeharto. Termasuk di tempat saya meguru di Jogja.
Suatu malam di periode itu saya sedang meditasi di kamar kost -- maksudnya duduk diam
--, dan tumben-tumbennya, di kegelapan mata saya yang tertutup muncul gambar, semacam nonton film. Awalnya samar-samar, tapi makin lama makin jelas.
Lalu seperti nonton film. Saya melihat kawanan lebah yang terbang jauh dalam tugasnya mencari madu. Beberapa lebah mati di jalan karena berbagai sebab, bangkai mereka dirubungi semut, sebagian kembali dengan selamat sambil membawa madu buat koloninya.
Lalu suatu pemahaman muncul begitu saja di kepala saya. Intinya ini adalah pelajaran buat saya bahwa kita hidup ini hanya kecil saja, tapi bertindaklah yang terbaik. Mungkin kita seperti seekor lebah yang tidak penting dalam sebuah koloni lebah. Tapi berbuatlah yang tebaik bagi koloni-mu, kalau perlu ya mati dalam tugas, karena itulah pengabdian seekor lebah.
Besoknya saya aktip ikut demo
Malam Sabtu kemudian, saya berkunjung ke guru saya di perumahan Nogotirto, sebelah barat Jogja, untuk berkonsultasi. Beliau meminta saya untuk melakukan meditasi yang sama dan mengarahkan perhatian saya ke suatu tempat di kegelapan malam agak jauh di sebrang sawah (waktu itu Nogotirto masih banyak sawah terbentang dengan beberapa kuburan dan kebun kelapa terpencar-pencar).
Saya melihat sebuah bayangan putih samar-samar... begitu kata saya.
Bagaimana sekarang? Beliau menyentuh tulang ekor saya.
Tambah jelas... perempuan memakai baju putih.
Kalau sekarang?
Kok jadi tengkorak...
Bagus... bagaimana kalau sekarang...
Sinar... sinar berbentuk telur...
Coba yang ini, beliau menyentuh dahi saya...
Kok hilang? Sebentar... gak kelihatan sih, tapi saya ngerasa ada wujud di situ...
Beliau meminta saya menyudahi meditasi, lalu menjelaskan.
Penglihatan seperti itu sesungguhnya sama saja dengan penglihatan kita dengan mata, hanya yang dilihat memang obyek yang berbeda, yaitu benda-benda yang berada di luar lingkup pemahaman panca indra kita.
Memang sebuah keterampilan yang menarik, tapi jangan dianggap sebagai kemuliaan. Dia murni sebuah keterampilan, yang dengannya kita bisa memetik manfaat seperti umumnya keterampilan lain, tapi bisa juga membawa celaka kalau disalahgunakan.
Yang terjadi dengan kamu beberapa malam yang lalu adalah jawaban atas pertanyaanmu... ada yang kamu pikirkan?
Ho oh... ngapain sih pake demo-demo segala...
Nah itu jawabannya.
Apa yang kamu lihat juga bisa berbeda, seperti baru kamu alami. Tergantung dari seberapa peka kamu, dan seberapa jauh kamu bisa membebaskan diri dari syak dan pengalaman. Mereka sangat mempengaruhi apa yang kamu lihat.
Kamu rasakan sendiri, ketika kamu melihat pada tataran yang berbeda, obyek yang kamu lihat jadi berbeda kan?
Saya mengangguk.
Kalau mau ditekuni terus juga tidak apa-apa. Bermanfaat kok. Menambah pemahaman kita terhadap alam ini. Tapi harus tetap diingat bahwa ini bukan jalan menuju kemuliaan. Ini cuma keterampilan. Kesaktian.
Minat?
Saya menggeleng.
Nggak... saya nggak mau ngelihat yang macam-macam waktu sedang mandi. Cukup apa yang bisa dilihat oleh mata saja.
...
Kesimpulan saya sampai sekarang,
Jogja memang ngangeni...