RM. Sunardi Suryodiprojo (03 Apr 1914 - 05 Jun 1985), atau yang lebih dikenal dengan Romo Nardi dan Den Mas Nardi, adalah tokoh silat tradisional di daerah Yogyakarta. Beliau mulai memasuki dunia Silat pada saat telah menyerap ilmu "Reti Ati" tepatnya pada tahun 1927. Den Mas Nardi (RM Sunardi Suryodiprojo) bersama Den Pono (R. Mangkupujono) dan R. Murkilat Sidik menimba ilmu tersebut, berguru pada R. Djayusman di kampung Pajeksan untuk mendalami serta menyerap ilmu Reti Ati tersebut.
Den mas Nardi serta Den Pono, dua dari ketiga murid dari R. Djayusman, demi mengemban tugas serta menghormati pesan seorang guru tergugah hatinya dan bersepakat untuk mendirikan perguruan bela diri disamping untuk mengembangkan kemampuan diri, juga untuk menggalang para remaja agar bersatu dengan tujuan utama berusaha untuk melawan para penjajah, maka berdirilah perguruan dengan nama PH (Persatuan Hati) yang dalam bahasa Jawa berarti “manunggaling ati atau manunggaling karep” atau kemauan yang sama dan sejalan. Tepatnya pada tahun 1930 perguruan PH ini berdiri, dengan susunan pengurus yang sangat sederhana, Ketua : Den Pono dan Wakil : Den mas Nardi.
Keikut-sertaan dalam GAPEMA (Gabungan Pencak Mataram).
Pada saat itu, tepatnya masa penjajahan Jepang, adalah masa-masa penderitaan bagi seluruh bangsa Indonesia. Disaat itu juga, ada Sembilan pesilat remaja yang tergerak hatinya untuk mendirikan perkumpulan dengan nama GAPEMA (Gabungan Pencak Mataram) dengan tujuan melawan penjajah yang menghuni Tanah Air Indonesia yang dicintainya. Kesembilan remaja tersebut adalah:
1. Bp. Broto Sutaryo dari perguruan BIMA
2. Bp. Ki Muh Jumali dari Persatuan Pencak Taman Siswa
3. Bp. Harimurti (ndoro Harimurti) Tedjokusuman dari perguruan Krisnamurti
4. Bp. Abdullah dari PK (Pencak Kesehatan)
5. Bp. R. Sukirman dari RKB (Rahasia Kekuatan Badan)
6. Bp. Alip Purwowarsono dari Perguruan SHO (Setia Hati Organisasi)
7. Bp. Suwarno dari perguruan SHT (Setia Hati Terate)
8. Bp. R. Mangkupujono (Den Pono) dari perguruan PH (Persatuan Hati)
9. Bp. RM. Sunardi Suryodiprojo (Den Mas Nardi) dari perguruan TH (Tunggal Hati) yang sekarang menjadi perguruan RA (Reti Ati)
Tunggal Hati
Dengan berjalannya waktu, Den mas Nardi berperakarsa untuk mengembangkan tata bela diri Pencak Silat agar jangan sampai susut ataupun punah dengan mendirikan perguruan baru dengan seijin Den Pono dengan nama TH (Tunggal Hati) yang dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama dengan PH (Persatuan Hati) yaitu “manunggaling ati atau manunggaling karep” atau kemauan yang sama dan sejalan. Dengan berdirinya perguruan TH ini 'bukan berarti terjadinya perpatahan' di tubuh perguruan Persatuan Hati, 'namun lebih tepatnya bermultiplikasi'. Perguruan Tunggal Hati ini berdiri pada tanggal 11 Juli 1951, keanggotaannya dibagi menjadi dua:
1. Anggota TH untuk para dewasa.
2. Anggota THa untuk anak-anak di bawah umur 12 tahun.
Pada masa itu, Den Mas Nardi yang lebih dikenal dengan panggilan Romo Nardi sedang menjabat juga di IPSI DIY sebagai bagian tekhnik. Beliau berkesempatan melatih di beberapa tempat seperti, Kodim Yogyakarta, AURI Adi Sucipto, BRIMOB, Polisi, CPM, serta Polisi Perintis di wilayah Yogyakarta serta menyebar luas sampai Ponorogo. Di kalangan teman-teman PH, Romo Nardi sering diceritakan sebagai pendekar yang menguasai ilmu pernapasan tingkat tinggi. Ketika muda, beliau diceritakan pernah mematahkan tiang gawang sepak bola dengan sekali pukul, padahal ketika itu tiang gawang dibuat dari kayu yang sangat kuat. Romo Nardi adalah seorang pendekar silat yang memang terkenal dengan kesaktiaannya yang luar biasa. Mendengar kesaktian Romo Nardi, ada seorang ahli silat dan ahli dalam olah batin bernama Ki Syuhadak, pini sepuh di Piyungan, datang ke Brontokusuman menemui Romo Nardi dengan maksud ingin mencoba ilmunya Romo Nardi dengan cara yang unik, hanya tidur berdampingan semalam, Ki Syuhadak mengakui bahwa Romo Nardi betul-betul mempunyai ilmu yang tinggi dan mulai saat itu pula, Romo Nardi dianggap bukan hanya sebagai sahabatnya namun lebih daripada itu sebagai saudaranya. Edwin H. Abdullah pun di alamat:
http://www.kpsnusantara.com/reflect/malay/Pembentukan%20Perguruan%20Silat%20(Kumpulan).html, mengatakan, "
Ahli untuk penghancuran benda keras yang paling terkenal ya, mendiang Romo Nardi."
Perguruan Tunggal Hati dibawah asuhan Romo Nardi pada saat itu telah melahirkan beberapa pendekar, diantaranya:
1. Bp. Drs. Subandi
2. Bp. NH. Soedirjo
3. Bp. R. Hadi Suryanto
Namun sejak tahun 1957, perguruan TH mengalami kemunduran, tidak ada lagi kegiatan apapun. Kesemuanya itu dikarenakan beberapa pengurusnya terpaksa berpindah jauh untuk memenuhi kewajiban sebagai guru atau ada tugas lainnya demi hidup keluarganya dan tugas tersebut tidak mungkin dirangkap lagi di perguruan. Melihat perguruan TH yang terbengkalai atau tak terurus, R. Hadi Suryanto (lebih dikenal sebagai Mas Yanto) tegelitik hatinya untuk mencoba membangun serta membangkitkan kembali dengan mendirikan perguruan TH periode ke-2. Maka berdirilah perguruan TH periode ke-2 ini pada pertengahan februari 1962 dibawah asuhan mas yanto dengan bimbingan ayahandanya, Romo Nardi. Di samping mendapatkan bimbingan dari Romo Nardi, berupa ilmu pernapasan seperti halnya pernapasan penyerapan tenaga banyu, geni, angin melalui beberapa tahap jenis pernapasan, juga tentang pernapasan matahari, stroom dan pernapasan khusus, serta pengenalan atas pemomong diri kita, “sedulur papat limo pancer”. Sedulur papat limo pancer ini merupakan saudara kita yang selalu berkenan membantu kita dalam segala hal jika kita mau memeteri nya. Bopo Angkoso, Ibu Pertiwi, Kakang Kawah, Adi Ari-ari, Sedulur Kang krumat lan Sedulur Kang urakrumat, yang mana kita juga harus selalu ingat terhadap siapa kita harus menyembah, dari mana kita berasal, serta ada dimana kita ini berpijak. Mas yanto sebagai pelatih utama pada saat itu, juga mendapat tuntunan dan bimbingan dari para sesepuh persilatan diantaranya:
1. Den Pono dari PH
2. Bp. Sugiman (pak Giman) dari PH
3. Bp. Ki Syuhadak (seorang pini sepuh di Piyungan) di samping ahli silat juga ahli olah batin
Dari semua pelajaran yang diterima dari para sesepuh tersebut serta dari ayahandanya, kemudian disaring dan diambil maknanya yang akhirnya dengan segala usaha dan ketekunannya dapat ditemukan suatu cara pengumpulan tenaga yang dibangkitkan dari kemampuan pada diri kita sendiri masing-masing yang hanya dilandasi rasa keheningan serta kehendak yang mantap dan kemampuan daya piker untuk memerintahkan tersalurnya tenaga inti tubuh ke tempat bagian tubuh yang kita kehendaki. Dan dari persamaan gerak, tenaga inti dan pikiran, begitulah terciptanya suatu tenaga yang mampu untuk mematahkan benda keras. Pada masa itu, hampir semua perguruan belum mengenal bagaimana cara untuk melakukan suatu cara untuk mematahkan/memecahkan benda keras dengan tangan kosong. Semua perguruan hanya khusus mempelajari olah bela diri, berdasarkan tenaga wadag, belum mengenal istilah karate. Demonstrasi pemecahan benda keras yang pertama kali dilakukan dengan cara yang masih sangat sederhana oleh mas Yanto di halaman rumah Brontokusumas, bertepatan dengan selamatan berdirinya TH periode ke-2. Di perguruan TH periode ke-2 ini, telah lahir pendekar muda pada saat itu, seperti:
1. R. Sukomartoyo (mas Suko)
2. Purwoto (mas Pung)
3. Budi Santoso (mas Budi)
4. R. Guntur Merdeka (mas Guntur)
Source :
Artikel tentang RM. Sunardi (Romo Nardi atau Den mas Nardi) "BAGAIMANA MENJADI SAKTI DI JAMAN MODERN" di
Berita Nasional Mingguan No: 9 Minggu ke 1, bulan Juni 1974"
Di perguruan 'Tunggal Hati', yang dipimpin oleh RM Sunardi (64 th) hanya ada 3 tingkat. Sedang 'Merpati Putih', yang dipimpin oleh Purwoto HP yang pernah menjadi murid RM Sunardi, mengenal 6 tingkat."
http://silatretiati.blogspot.com/2014/07/rm-sunardi-suryodiprojo-03-apr-1914-05.htmlDokumen pribadi Reti Ati: Sejarah Perguruan Reti Ati