Kisah Malin Maradjo, putera bungsu (?) Syekh Kumango telah saya dengar ketika saya masih kecil. Malin Maradjo dikabarkan sebagai anak Syekh Kumango yang paling berbakat dalam bersilat dan sekarang ilmunya dilestarikan oleh aliran silek kumango, yang guru besarnya juga bergelar malin maradjo..
Cerita yang saya sampaikan ini adalah cerita seorang Datuk Pengulu Adat sebuah nagari yang bersebelahan dengan Kumango, yang sekarang sudah berusia 79 tahun. Konon beliau pun pernah belajar langsung dari Malin Maradjo
Cerita Malin Maradjo Putra Syekh Kumango..
Malin Maradjo lahir di dekade kedua abad 20. Kalau dari namanya kumango, seharusnya dia berasal dari kabupaten Tanah Datar. Kumango adalah nama nagari di tanah datar, yang ibu kotanya batusangkar.
Malin belajar silat langsung dari ayahnya Syekh Kumango, yang konon adalah orang suci yang sangat sakti. Syekh Kumango konon hidup sampai 150 tahun. Salah satu kehebatannya yang masih sering didongengkan adalah menghancurkan batu besar dengan sabetan kain.
Syekh Kumango meninggal di tahun 1930an..sejak itu, nama Malin Maradjo mulai terkenal sebagai tokoh dunia persilatan di ranah pagaruyung yang sulit dicari lawan tandingnya.
Ketika PON I di Surakarta tahun 1949 (?), malin maradjo turun berlaga dan menjadi juara. Entah bagaimana peraturang pertandingan waktu itu.
Ada satu cerita misterius mengenai Malin Maradjo. Suatu hari ada seorang pendekar silat dari utara (daerah sumatera utara sekarang) untuk menantang Malin. Konon pendekar ini punya keahlian silat dan kekuatan yang luar biasa. Entah dimana mereka bertarung dan berapa lama, yang orang-orang ketahui hanyalah si pendekar dari utara ini pergi dengan tangan yang sudah menghitam seperti hangus terbakar. Dan dia tidak pernah lagi kembali mencari Malin.
Kisah Malin Maradjo berakhir seperti kisah legenda si Pitung dalam bentuk yang lain. Malin Maradjo tergabung ke dalam barisan pendukung PRRI di tahun 1955-58. Konon, dia dikabarkan meninggal karena dikepung oleh tentara republik dan diberondong oleh senjata api. Ada cerita yang mengatakan beliau meninggal kena peluru emas. Ada yang bilang dia dikhianati kawannya dan disergap ketika sedang lemah. Cerita mengatakan ia ditembaki di tengah sawah.
Begitu kisah malin maradjo yang saya dapat di masa kecil. Sayang saya sendiri belum pernah belajar silek kumango, walaupun telah mengagguminya sejak kecil.
jika Tuhan masih memberikan kesempatan belajar silek kumango, mungkin saya tidak akan sia-sia kan. Bukan untuk jago-jagoan, tapi karena cinta saya kepada pusaka leluhur..