Terus ini satu lagi soal SABENI tulisan dari REZA M(siapa ya?)..
diambil dari :
http://silatindonesia.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=3&artid=216&PHPSESSID=32f3ee372309d0fe6bb4173a82a811e6==
ENTE JUAL , ANE BELI
(Maen pukulan betawi : Sabeni)
Oleh : REZA M
Rumput di atas tanah makam itu tampak baru. Begitu juga dengan nisan kayunya yang mengacung ke langit. Di sana tertulis: Sabeni bin Canam, lahir 1860, wafat 15-8-1945. Katanya sih tokoh Betawi, ujar seorang penjaga Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta Pusat, Rabu lalu.
Tidak banyak orang yang tahu siapa Sabeni. Penjaga kuburan itu hanya tahu bahwa salah satu tokoh Betawi yang kerangkanya baru dipindahkan ke Karet Bivak tersebut diiringi sekitar 200 pengantar.
Jika namanya tidak santer terdengar, berbeda dengan moto hidup Sabeni: ente jual, ane beli. Dialah yang pertama kali ngomong itu, ujar cucu Sabeni, Zulbachtiar, 45 tahun, di rumahnya di Rukun Warga 13, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Sebelumnya, selama puluhan tahun, jawara ini dikubur di pekarangan rumahnya di Gang Kubur Lama, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Namun, para ahli warisnya menjual lahan itu. Pekarangan pun berubah menjadi rumah tinggal. Makamnya berada di bawah ruang tamu pemilik baru, ujar Amron Syafi'ie, 52 tahun, salah seorang anak dari keponakan Sabeni.
Hati Amron miris melihat makam tokoh besar ini ada di ruang tamu orang. Apalagi Islam melarang ada kuburan di dalam rumah, katanya. Dia pun ingin memindahkan kuburan Sabeni ke tempat yang layak. Gayung akhirnya bersambut. Dani Anwar, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta, membantu Amron mewujudkan keinginannya.
Pada 20 Mei lalu, keluarga dan segenap warga Tanah Abang mengangkat kerangka Sabeni dari makamnya di Jalan Sabeni, Tanah Abang, untuk dipindahkan ke Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta Pusat. Dia dikubur kembali di dekat makam Muhammad Husni Thamrin, pahlawan nasional.
Orang besar seperti Sabeni harus mendapat tempat yang layak di tempat peristirahatannya yang terakhir, ujar Dani, yang juga putra asli Tanah Abang.
Sabeni lahir di Tanah Abang pada 1860. Dia adalah putra ketiga dari bandar kulit Canam dan Piah. Layaknya anak Betawi lain, Sabeni muda belajar ilmu agama dan silat. Mengaji Al-Quran dia pelajari dari seorang ustad bernama Sayyid Alwi Alhabsyi. Sementara itu, bela diri (maen pukulan) dituntutnya dari Bapak Mail dan Haji Suhud. Mereka senang sama Sabeni karena cepat menghafal gerakan, kata Zulbachtiar.
Sebagai balas budi, Sabeni diminta mengurus kuda Haji Suhud dan mengisi bak mandi Bapak Mail. Sepuluh tahun belajar main pukulan, kedua gurunya menyatakan ilmu Sabeni rampung. Akhirnya Sabeni diizinkan mengajar untuk berjuang melawan Belanda.
Belakangan aliran silat ajarannya berkembang pesat. Selain dari Tanah Abang, murid Sabeni berdatangan dari Kebon Sirih, Petojo, Tomang, Slipi, Kemanggisan, Kebon Jeruk, Rawa Belong, Kebayoran, Karet Tengsin, Setiabudi, Manggarai, hingga Rawa Bangke.
Aliran yang bertajuk Maenan Sabeni ini pun membuat kompeni berkeringat dingin. Belanda kebakaran jenggot kalau makin banyak pribumi yang jago maen pukulan, kata Zulbachtiar. Belanda pun ingin menghabisi Sabeni. Sialnya, saat itu pengikut Sabeni sudah sangat banyak. Jadi tiap kali penjajah mengatur siasat untuk menjatuhkan pamornya selalu gagal.
Salah satu cara para pengikut Sabeni menggagalkannya adalah dengan mengatur pertandingan resmi antara Sabeni dan jago dari negeri seberang. Pertarungan yang paling sohor adalah laga di atas ring di Prinsen Park. Pertarungan ini diatur oleh Tuan Danu, seorang kapten kompeni, yang sebenarnya bersiasat untuk membunuh Sabeni. Danu mendatangkan jago-jago dari India, Cina, dan Jepang. Sabeni yang menang. Ini membuat namanya makin harum, kata Zulbachtiar.
Sabeni memang jawara Tanah Abang. Wilayahnya terbentang melebihi Kecamatan Tanah Abang sekarang. Menurut Zulbachtiar, batas utara-selatan mencapai Kwitang-Setiabudi dan barat-timur mencapai Palmerah-Gambir. Tapi jangan samakan dengan jawara sekarang yang kuasai pasar dan tarik duit, ujar Zulbachtiar. Dia malah dikenal sebagai orang yang suka mendamaikan orang yang berkelahi.
Sabeni memiliki tiga istri. Istri pertamanya bernama Siti Khadijah, putri jago pukul yang berjulukan Macan Kemayoran yang bisa ia kalahkan. Dari Siti Khadijah, Sabeni memiliki seorang putra bernama Muhammad Saleh. Namun, ketika Saleh baru berusia 8 tahun, Siti Khadijah meninggal dunia.
Beberapa tahun menduda, Sabeni menikah lagi dengan Maimunah, yang berasal dari Kebon Pala, Tanah Abang. Setelah lima tahun tak punya anak, Sabeni mempersunting Sapi'ah. Pada perkawinan ketiga ini Sabeni dikaruniai 12 anak. Di Kebon Pala, tepatnya di Gang Kubur Lama, sekarang menjadi Jalan Sabeni.
Memasuki usia 85 tahun, Sabeni berhenti mengajar silat. Kepada anak dan muridnya, dia berpesan untuk mengembangkan Maenan Sabeni guna membela kebenaran dan melawan penjajah. Sabeni meninggal hanya dua hari sebelum impiannya tercapai, yaitu merasakan kemerdekaan Indonesia.
Kata-kata terakhir Sabeni adalah, Inget ame yang lima waktu (salat), jangan sampe ditinggalin. Dan juga inget ame firman Allah yang berbunyi, 'Kullu nafsin zaiqotul maut' (setiap yang bernyawa akan mati). Sesaat kemudian dia mengucapkan dua kalimat syahadat. REZA M
Pantang Serang Duluan
Moto Sabeni--ente jual, ane beli--bukan sembarang omong. Sebagai orang yang cinta damai, jawara Tanah Abang ini melarang pengikut ilmu silatnya menyerang musuh terlebih dulu. Kite nggak punya kuda-kuda, ujar pengajar Maenan Sabeni, Zulbachtiar, 45 tahun. Kuda-kuda, dalam semua cabang ilmu bela diri, mencerminkan posisi badan yang paling pas untuk menyerang.
Tidak adanya kuda-kuda inilah yang menjadi ciri Maenan Sabeni di kalangan dunia silat. Menurut dia, semua gerakan berawal dari tangkisan dan elakan. Ada yang pada posisi duduk, bahkan waktu berwudu, ujar cucu Sabeni ini. Setelah mendapat serangan, barulah Sabeni menyerang.
Tempo sempat menyaksikan salah satu jurus andalan Maenan Sabeni, yakni kelabang nyebrang. Serangannya cepat dan bertubi-tubi. Hampir tidak ada celah untuk bernapas. Selain itu, ada jurus lain, seperti cara Cina, merak mangigal, naga ngeram, dan selat bumi.
Cara pandang yang menunggu lawan beraksi lebih dulu ini diturunkan Sabeni dari ajaran gurunya. Setiap habis belajar ngaji dan maen pukulan, guru Sabeni selalu berpesan, 'Musuh jangan dicari. Kalaupun datang, pantang lari. Adepin apa pun yang terjadi', ujar Zulbachtiar.
Selain ketiadaan kuda-kuda, ciri lain Maenan Sabeni adalah posisi kepalan yang unik. Sementara itu, aliran silat lain mengepal atau terbuka, Maenan Sabeni melipat jari tapi membiarkan telapak tangan terbuka. Pukulan menggunakan ujung lipatan jari, ujar Zulbachtiar. Istilahnya nyontok.
Uniknya lagi, aliran ini sama sekali tidak menggunakan kaki untuk menyerang. Semua serangan mengandalkan tangan, kaki pantang meninggalkan tanah, kata Zulbachtiar. Sehingga sepanjang gerakan kaki terus menyeret di permukaan tanah.
Menurut Zulbachtiar, saking banyaknya penerus ajaran Sabeni, sekarang memiliki banyak cabang alirannya. Dia tidak mempermasalahkan perbedaan itu. Tapi Maenan Sabeni yang asli tetap ada di 'Tenabang', ujarnya.
Oleh : REZA M ...