Sebagai Direktur Akademi Ilmu T*i Jadi Emas, saya berusah mengkonversi lahan sawah yang saya kelola, dari lahan yang banyak menggunakan masukan kimia buatan, menjadi lahan organik. Untuk itu saya butuh sebanyaknya kotoran ternak dan pupuk hijau, agar lahan saya segera subur setelah pembantatan selama Orde Baru.
Mekanisasi pertanian di desa telah mengurangi ketergantungan petani pada kerbau dan sapi, akibatnya populasi kerbau dan sapi jadi berkurang dan mencari pupuk kandang jadi sulit. Karena itu saya membuat proyek pemeliharaan kambing.
Para sanak sodara saya minta menyumbang kambing seekor, agar kotorannya bisa saya gunakan sebagai pupuk. Sekarang saya punya 10 ekor kambing yang semuanya saya beri nama bintang-bintang sinetron sebagai ungkapan sayang saya pada mereka yang tidak akan dijual ataupun disembelih, karena tugas mereka hanyalah makan dan buang kotoran, bukan untuk dimakan.
Lagi pula, ternyata kambing itu sangat "inquisitive" - ingin taunya besar, dan setiap kambing punya kepribadian sendiri. Gak tega memakannya kalau sudah bergaul dan bersahabat.
Jadi kambing-kambing saya bernama: Cynthia, Laura, Sheila, Roger, Claudia, Bella, Agnes, dan Monica. Delapan nama. Memang pekan lalu kambing saya baru delapan jumlahnya.
Saya sowan ke pelukis senior Pak Djoko Pekik di Kasihan, Bantul, dan cerita tentang proyek wedhus saya itu. Siapa tau beliau berkenan menyumbang seekor dua embek. Ternyata beliau tidak menyumbang kambing, tetapi memberi sumbangan yang lebih dari sekedar kambing.
"Nanti kalau beranak lagi, kasih nama Djoko Pekik!" katanya.
Ternyata benar, beberapa hari ini ada tambahan kelahiran dua jiwa kambing jantan, tampak seperti ada keturunan etawa. Berdua, mereka kini bernama Djoko dan Pekik.
Nah, SahabatSilat sekalian, yang mau menyumbangkan kambing ataupun nama untuk kambing, silakan, jangan ragu, PM saya.
Selamat berpuasa dan salam hangat selalu,
Bram.